TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sepertinya akan melunak dalam melakukan renegosiasi kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite, mencontohkan untuk luas lahan bisa diberikan lebih dari ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Bisa lebih dari 25 ribu hektare kalau mereka menyampaikan rencana jangka panjangnya. Berapa sih yang dia butuhkan, tentu itu dia harus feasible, ekonomis," kata Thamrin, Rabu, 11 Juli 2012.
Baca Juga:
Dalam beleid itu sebetulnya mengatur luas wilayah izin usaha pertambangan operasi mineral logam maksimal 25 ribu hektare. Namun saat ini sebagian besar pemegang kontrak karya masih memiliki konsesi produksi di atas batas itu.
Thamrin mengatakan para pemilik kontrak karya besar seperti Freeport Indonesia, Newmont Nusa Tenggara, dan Vale Indonesia sudah setuju melakukan renegosiasi. "Tinggal hasil renegosiasi ini yang perlu kita negosiasikan kembali," katanya.
Selain soal luas wilayah, Thamrin mengatakan pemerintah juga akan mengkaji soal ketentuan royalti. Dia mengatakan pemilik kontrak karya emas seperti Freeport mengaku tak untung jika royalti meningkat dari 1 persen menjadi 3 persen. "Kita juga tidak mau usaha di Indonesia tidak untung. Kita coba evaluasi tidak untungnya di mana.”
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rahmanto, menilai Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 memiliki kelemahan. Di satu sisi beleid ini menyatakan pemegang kontrak karya dan PKP2B harus menyesuaikan kontrak dengan beleid tersebut.
Namun undang-undang juga menyatakan kontrak karya dan PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak. "Sehingga multitafsir, kontraktor melihat kontrak karya mereka tetap berlaku," kata Pri.
BERNADETTE CHRISTINA