TEMPO.CO, Dua kali menjadi top scorer Liga Primer Inggris, dua kali pula terpilih sebagai pemain terbaik Afrika. Sebagai individu, Didier Drogba sudah meraih banyak prestasi. Secara tim, striker asal Pantai Gading ini juga telah mengumpulkan banyak trofi, termasuk, puncaknya, juara Liga Champions 2011/2012 bersama Chelsea.
Ia turut berjasa memenangkan Chelsea atas Bayern Muenchen pada final di Muenchen, 19 Mei. Tepat sebulan kemudian, Drogba mengumumkan pilihan kariernya: bergabung dengan Shanghai Shenhua di Liga Cina. “Saya ingin merasakan pengalaman baru, kultur baru, dan petualangan baru,” tutur lelaki berusia 34 tahun itu.
Sekadar untuk “pengalaman baru”? Hanya Drogba seorang yang tahu kebenaran alasannya. Sebagai perbandingan, Samuel Eto’o juga mengucapkan kalimat yang mirip saat pindah dari Inter Milan di Liga Italia ke kompetisi yang kalah bergengsi, Liga Rusia, bergabung dengan klub Anzhi Makhachkala. Nada yang sama juga dikeluarkan David Beckham ketika memutuskan bergabung dengan Los Angeles Galaxy di Amerika Serikat, meninggalkan Real Madrid di Spanyol pada 2007.
Fakta yang tak bisa dibantah, Eto’o menerima gaji dari Anzhi 20 juta euro (sekitar Rp 230 miliar) per musim, lebih dari dua kali lipat bayaran yang dia terima dari Inter. Sedangkan gaji yang diterima Beckham di atas Eto’o. Dan Drogba mendapat 20 ribu euro per pekan dari Shenhua, lebih tinggi sedikit daripada yang dia terima dari Chelsea.
Mereka telah melewati “usia emas” –Beckham berusia 32 tahun saat bergabung dengan Galaxy, dan Eto’o sekarang berusia 31 tahun. Bergabung dengan klub di kompetisi yang berlevel lebih rendah tapi menjanjikan gaji besar menjadi pilihan yang baik.
Sungguh kebetulan, beberapa negara yang kuat secara ekonomi justru tak memiliki kompetisi berlevel setinggi negara-negara Eropa papan atas. Cina, meteor baru perekonomian dunia, adalah contohnya. Amerika Serikat berada di urutan berikutnya.
Di masa lalu, pemain-pemain besar sekelas Franz Beckenbauer dan Pele juga melakukannya dengan bermain di Liga Amerika Serikat. Sekarang, selain Beckham, Thierry Henry (mantan kapten Prancis) dan Robbie Keane (pemain bintang Irlandia) juga bermain di Negeri Abang Sam.
Langkah mereka diikuti oleh Alessandro Nesta, salah satu stopper terbaik yang pernah dimiliki Italia, yang memutuskan bergabung dengan Montreal Impact, selepas dari AC Milan, awal bulan ini. Klub yang sama tengah merayu mantan kapten Jerman, Michel Ballack.
Negara-negara Timur Tengah secara tradisi tak pernah kekurangan uang. Di sisi lain, mereka juga tak punya kultur sepak bola sebagus Eropa. Menarik bintang-bintang uzur menjadi cara instan menaikkan gengsi kompetisi. Mantan kapten Real Madrid dan tim nasional Spanyol, Raul Gonzales, “terjerat” rayuan itu. Setelah dua musim bermain di Liga Jerman bersama Schalke, striker berusia 35 tahun itu bergabung dengan klub Qatar, Al Sadd, sejak bulan ini. Di sini, penyerang andalan Argentina pada masa lalu, Gabriel Batistuta, juga pernah bermain.
Brasil adalah kasus unik. Negeri Samba ini selalu menghasilkan banjir pemain berbakat setiap saat. Tapi, secara kompetisi, level sepak bola mereka masih di bawah Eropa. Di masa lalu, bakat-bakat terbaik mereka selalu merantau ke Eropa untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Kedatangan mereka membuat kompetisi di Eropa bermutu lebih baik, tapi memperlemah daya tarik kompetisi Brasil.
Situasi itu berubah pada setengah dasawarsa terakhir. Seiring dengan bangkitnya Brasil menjadi macan ekonomi baru, magnet Liga Brasil pun meninggi. Ronaldo, Adriano, dan Roberto Carlos sempat balik dari petualangan mereka di Eropa untuk bermain di Brasil. Di sisi lain, pemain-pemain muda juga agak ogah-ogahan merantau. Contohnya adalah dua pemain bintang Santos yang diburu banyak klub Eropa, Neymar dan Ganso, yang masih bertahan di klub mereka.
Daya tarik Liga Brasil turut mengundang kehadiran bintang gaek asal Belanda, Clarence Seedorf. Gelandang berusia 36 tahun ini bergabung dengan Botafogo setelah kontraknya dengan AC Milan tuntas bulan lalu. “Sangat menarik bermain di sini. Liga Brasil mempunyai gaya sendiri yang tak kalah kompetitif dengan Eropa,” kata pemain yang ikhlas mendapat gaji lebih rendah daripada yang dia terima di klub lamanya itu.
Seedorf masih ingin bermain di kompetisi berlevel tinggi. Ia tak seperti rekannya asal Belanda, Ruud van Nistelrooy, yang memutuskan gantung sepatu dan berhenti sebagai pemain Malaga di Liga Spanyol. “Faktor fisik tak bisa saya lawan,” kata mantan penyerang Manchester United berusia 35 tahun itu, bulan lalu.
Ada banyak cara untuk menikmati hari tua.
GUARDIAN | SOCCERNET | AP | ANDY MARHAENDRA
Berita terpopuler
Tebak Juara Babak Kedua Jokowi vs Foke
Anak Sylvester Stallone Tewas Over Dosis
Foke Dekati Ustad Hilmi dari PKS
Tuduh Jokowi Politik Uang, Suara Foke Turun
Dahlan Beri Hadiah Avanza ke Karyawannya