TEMPO.CO, Bandar Lampung - Puluhan aktivis lingkungan dari berbagai elemen berunjuk rasa menentang keberadaan tempat penimbunan batu bara milik Arthalyta Suryani alias Ayin di depan gedung DPRD Kota Bandar Lampung. Keberadaan tempat penimbunan itu dinilai mengancam ekosistem pesisir serta menyalahi aturan.
"Kawasan itu diperuntukkan wisata ramah lingkungan. Timbunan batu bara akan membuat air laut menjadi keruh," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Lampung, Hendrawan, Rabu, 18 Juli 2012.
PT Sumatera Bahtera Raya milik Ayin dinilai Aliansi Masyarakat Peduli Pesisir telah menyalahi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandar Lampung. Gudang penimbunan atau stockphile itu berada di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Teluk Betung Selatan. "Kawasan itu tidak boleh untuk aktivitas pelabuhan dan industri," ucap dia.
Aliansi Masyarakat Peduli Pesisir yang terdiri dari Walhi, Mitra Bentala, Lakra, Agra, LBH, dan sejumlah organisasi lain juga mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung. Mereka mempertanyakan izin yang dikantongi oleh perusahaan milik Ayin itu. "Jika menyalahi aturan dan tidak berizin seharusnya ditindak tegas. Tidak boleh tebang pilih," ujarnya.
Antoniyus Cahyalana dari Lembaga Advokasi Rakyat menduga ada kongkalikong antara pemilik perusahaan dan pemerintah setempat. Hal itu dibuktikan dengan adanya Perda Nomor 10 Tahun 2011 dengan naskah ganda.
"Sangat aneh jika ada peraturan daerah yang dibahas berhari-hari oleh eksekutif dan legislatif bisa ada dua versi. Perubahan itu diduga untuk memuluskan perizinan,'' katanya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung berjanji akan mengusut perizinan milik PT Sumatera Bahtera Raya. Dia juga mengaku heran dengan adanya peraturan rencana tata ruang wilayah ganda. "Perda ganda itu biar polisi yang mengusut. Kabarnya mereka sudah tangani kasus itu," katanya.
NUROCHMAN ARRAZIE