TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tenne, mengatakan pemerintah Indonesia tidak membiayai pengobatan ketiga warga negara Indonesia yang menjadi korban penembakan di Denver, Colorado, Amerika Serikat. “Yang saya tahu masyarakat di Amerika memiliki asuransinya masing-masing,” kata Tenne kepada Tempo, Senin, 23 Juli 2012.
Hingga saat ini, Tenne mengaku tidak ada masalah dengan pembiayaan. Menurut dia, sistem asuransi di Amerika Serikat sangat siap dengan berbagai musibah, termasuk penembakan yang dilakukan oleh orang gila.
Sebelumnya Rita Yolanda Paulina Silalahi, 45 tahun, warga negara Indonesia yang menjadi korban penembakan pada pemutaran perdana film The Dark Night Rises di Aurora, Denver, Colorado, masih berada dalam kondisi lemah.
Seusai dioperasi Sabtu, 21 Juli 2012 di Rumah Sakit Medical Health Centre, Denver, Rita yang menderita luka tembak di lengan dan kakinya mengaku masih kesakitan. "Saya memang sudah dioperasi tadi pagi, tapi kondisi saya ini merasa tangan saya ini masih terasa sakit," katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 22 Juli 2012.
Guna mengurangi rasa sakitnya, perempuan yang bekerja di bagian pengolahan makanan di tempat perawatan panti jompo itu mesti sering menelan obat. "Setiap dua jam sekali saya masih mengkonsumsi obat penahan rasa sakit," ujar dia.
Akibat terkena peluru, tangannya pun masih masih belum bisa dipakai aktif untuk memegang barang meskipun sudah dapat digerakkan sedikit demi sedikit.
Rita merupakan salah satu dari 58 korban luka akibat penembakan saat pemutaran perdana film The Dark Night Rises di bioskop di Aurora, Denver, Colorado. Selain korban luka, teror itu juga merenggut 12 nyawa penonton lainnya.
Penembakan tersebut dilakukan oleh James Holmes, 24 tahun, seorang bekas mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas Colorado yang sedang mengurus prosedur drop out-nya pada Juni lalu. Ketika melakukan aksinya, Holmes mengenakan masker gas dan membawa tiga senjata api.
ELLIZA HAMZAH