TEMPO.CO , Jakarta - Riset independen terbaru dari Vanson Bourne, yang disponsori oleh EMC, menemukan bahwa masih banyak perusahaan di Indonesia yang mengandalkan solusi ketinggalan zaman dalam strategi pemulihan bencana.
“Sebanyak 30 persen masih menggunakan pita dan 40 persen dengan CD Rom untuk back-up dan recovery,” ujar Shane Moore, Director of Product Marketing Back Up and Recovery Systems Division EMC Corporation, Asia-Pasifik dan Jepang, dalam media briefing di Kempinsky, Jakarta, Senin, 23 Juli 2012.
Penelitian ini dilakukan dalam skala Asia-Pasifik dan Jepang, dengan mewawancarai 2.500 pengambil keputusan di perusahaan swasta maupun pemerintahan di berbagai negara di wilayah ini. Di Indonesia sendiri, terdapat 250 responden dari perusahaan yang memiliki lebih dari 250 karyawan.
Adi Rusli, Country Manager EMC Indonesia, menyayangkan hal tersebut lantaran teknologi ini, terutama pita, memiliki beberapa kekurangan.
"Yang pertama, pita sangat rentan terhadap jamur, dan bila dipindahkan, juga rentan jatuh atau hilang. Risiko kerusakannya sangat besar," ujarnya. Hal ini ditambah dengan alat yang tidak dapat membaca data yang disimpan dalam pita jenis lama.
Salah satu penyebab masih digunakannya pita jenis ini adalah harganya yang murah dan perusahaan belum mengalami insiden dengan penggunaan teknologi 'jadul' tersebut.
Namun, dari penelitian tersebut, juga terungkap bahwa keinginan perusahaan untuk meninggalkan pita cukup besar. "Total, 98 persen perusahaan ingin meninggalkan pita. Sebanyak 78 persen telah memiliki rencana untuk itu," ujar Moore.
Selain temuan tersebut, dari hasil penelitian diketahui juga bahwa di Indonesia, masalah downtime dan juga kehilangan data mayoritas diakibatkan oleh problem TI, dan bukan disebabkan oleh bencana alam. Tiga besar penyebab downtime adalah kegagalan peranti keras (52 persen), data korup (47 persen), dan hilangnya daya listrik (47 persen).
Kegagalan sistem ini per tahunnya rata-rata menyebabkan hilangnya tiga hari kerja dan data sebesar 102 GB. "Namun yang perlu digarisbawahi adalah yang terpenting bukan mengenai besarnya data yang hilang, namun apa isi dari data tersebut," ujar Moore.
RATNANING ASIH