TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kaukus Parlemen untuk Myanmar Eva Kusuma Sundari mengecam lambatnya respons pemerintah terhadap kekerasan yang terjadi pada muslim Rohingya di Myanmar. “Saya minta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menyampaikan sikap politik atas kekerasan di Myanmar,” kata Eva saat dihubungi, Senin, 30 Juli 2012.
Menurut Eva, pernyataan politik dari Yudhoyono diharapkan bisa memberi tekanan politik pada pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap muslim Rohingya. Peran penting Indonesia di wilayah ASEAN juga akan mendorong negara lain untuk melakukan tindakan sama. Apalagi saat ini Yudhoyono sedang memegang jabatan sebagai Ketua ASEAN.
Eva meminta Presiden tidak mencampuradukkan urusan kemanusiaan dengan urusan politik di kawasan ASEAN, berkaitan dengan status Laut Cina Selatan. “Presiden sebagai Ketua ASEAN tidak boleh tersandera pada commuque bersama untuk bersikap meminta penjelasan Myanmar.”
Lambatnya respons pemerintah Indonesia dan negara-negara ASEAN, menurut Eva, justru berbanding terbalik dengan respons negara luar, seperti PBB. Dewan HAM PBB justru telah bersikap dan segera membentuk tim investigasi. Eva mengingatkan agar Yudhoyono dan negara ASEAN tidak hanya menunggu sikap lembaga internasional terhadap Rohingya. “Memalukan jika negara ASEAN yang merupakan tetangga Myanmar justru menunggu mekanisme internasional,” kata Eva.
Kekerasan terhadap muslim Rohingya di Myanmar meningkat saat terjadi bentrokan antara warga etnis Buddha dan muslim Rohingya pada 3 Juni lalu di barat Rakhine. Bentrokan ini telah menewaskan sedikitnya 78 orang dan sebanyak 70 ribu orang kehilangan rumah mereka. Juru bicara badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR), Andrej Mahecic, mengatakan para pengungsi itu sangat ketakutan pulang ke rumah mereka, sementara yang lainnya dicegah untuk mencari pekerjaan di sana.
Saat ini, tercatat sekitar 800 ribu anggota etnis Rohingya tinggal di Myanmar. Namun, pemerintah Myanmar menganggap mereka orang asing. Penduduk Myanmar pun menilai etnis Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh.
IRA GUSLINA SUFA