TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Hubungan Perusahaan PT Cargill Indonesia Rachmat Hidayat membantah dugaan yang menyebutkan Cargill terlibat dalam oligopoli impor kedelai. Ia memastikan, Cargill tidak pernah mendiskusikan perihal harga, penjualan, ataupun wilayah distribusi kedelai dengan pihak lain.
“Kami juga tidak pernah mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dengan perdagangan kedelai dengan pihak lain,” ujar dia kepada Tempo, Senin, 30 Juli 2012.
Rachmat mengimbuhkan, pada 2011, Cargill telah mengimpor sekitar 220 ribu ton kedelai. Jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik, berarti jumlah tersebut hanya 10,5 persen dari total impor sepanjang 2011 yang mencapai sebesar 2,08 juta ton.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tadjuddin Noer Said mengatakan kebutuhan kedelai tahun ini mencapai 2,2 ton juta. Angka itu naik dari tahun sebelumnya 2,16 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri hanya berkisar 20-30 persen dari total kebutuhan.
Dari total impor kedelai, sebesar 74,66 persen dikuasai dua kelompok besar, yakni PT Gerbang Cahaya Utama sebesar 47 persen dan Cargill sebesar 28 persen. Sisanya, adalah importir di bawah 10 persen, yakni Alam Agri (10 persen), Citra Bakti Mulya (4 persen), dan lainnya 11 persen.
Dengan kondisi seperti itu, Tadjuddin menduga telah terjadi pasar oligopolistik atau adanya pengaturan pasokan oleh importir. Meskipun, kata dia, setelah dilakukan penyelidikan dugaan tersebut masih lemah. "Tapi, kami akan terus melakukan evaluasi."
EFRI RITONGA