TEMPO.CO, Jakarta - Sentimen negatif akibat tidak adanya aksi konkret Bank Sentral Eropa (ECB) dalam mengatasi krisis utang menghambat apresiasi rupiah.
Di transaksi pasar uang, Jumat, 3 Agustus 2012, posisi rupiah tak bergerak di 9.476 per dolar AS. Rupiah bergerak fluktuatif dalam rentang yang cukup sempit, 9.460-9.500 per dolar AS, sebelum akhirnya ditutup stagnan.
Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara 1906, Rully Nova, mengatakan, sentimen negatif yang dipicu oleh ketidakpastian solusi krisis utang Eropa menghambat apresiasi rupiah. “Investor menjadi berhati-hati dalam bertransaksi di pasar keuangan, apalagi untuk masuk ke pasar berkembang, termasuk rupiah.”
Setelah ekspektasi investor terhadap pelonggaran moneter ketiga dari Bank Sentral Amerika (The Fed) kandas, investor kembali harus gigit jari karena tidak ada sinyal dari ECB untuk memborong aset-aset obligasi negara-negara Eropa dan menekan imbal hasil yang dinilai terlalu tinggi. ECB hanya akan membeli surat utang secara terbatas.
Menurut Rully, setelah pertemuan ECB fokus, investor akan kembali ke masalah likuiditas yang melanda Eropa. Pelaku pasar menilai, tanpa adanya bantuan ECB, krisis utang Spanyol dan Italia akan semakin parah. “Turunnya harga obligasi meningkatkan exposure risiko dalam surat utang, dan pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan di negara bersangkutan,” kata dia.
Mata uang 17 negara cenderung melemah, merespons keputusan ECB. Euro ditransaksikan di kisaran US$ 1,22. Sementara pound sterling stabil di level US$ 1,55 setelah Komite Keuangan Inggris mempertahankan program pembelian obligasi 375 miliar pounds (US$ 582 miliar).
Pasar uang Asia bervariasi. Won menguat 0,02 persen ke 1.132,45 per dolar AS, dolar Singapura menguat 0,23 persen menjadi 1,2458 per dolar AS. Dolar Hong Hong tak bergerak di 7,7548 per dolar AS, ringgit menguat 0,52 persen ke 3,1264 per dolar AS, sementara yen menguat 0,01 persen ke 78,25 per dolar AS.
PDAT | M AZHAR