TEMPO.CO, Yogyakarta- Dua gerbang di rumah Jalan Langenastran Kidul nomor 7 RT II RW VI Kelurahan Patehan Kecamatan Keraton Yogyakarta terkunci gembok ukuran besar warna perak. Di antara dua gerbang, membentang tembok putih layaknya benteng dengan lebar sekitar 15 meter dan tinggi dua setengah meter. Pada bagian tengah tembok itu terdapat sebuah tulisan menonjol “SUPRABAN.”
Saat Tempo melihat isi di balik tembok rumah itu, tak ada tanda kehidupan. Rumah itu tampak kurang terawat. Bekas air merembes dari eternit bocor. Rumput liar di halaman dibiarkan. Ini membuat rumah itu terlihat kusam. Ini kontras dengan sejumlah rumah elit lain yang ada di sekitar kampung yang hanya berjarak dua ratus meter dari Alun-Alun Kidul Keraton Yogyakarta itu. “Dulu setiap hari ada yang jaga. Tapi setelah ada kabar soal korupsi itu terus mulai nggak ada yang jaga, sepi,” kata Ketua RT II RW VI Triyanto, Ahad 5 Agustus 2012.
Ia baru mengetahui bahwa rumah yang ada di sebelah rumah dia itu milik tersangka kasus pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi Inspektur Djoko Susilo dari penuturan orang-orang yang menjaga rumah itu. Triyanto jengkel karena pembelian rumah itu tanpa sepengetahuan dia sebagai ketua Rukun Tetangga di kampung itu. “Itu yang brengsek. Setelah ada kasus baru warga sekitarnya yang harus banyak ditanya tanya soal rumah itu,” kata dia.
Orang yang menjaga rumah Djoko itu, kata Tri, adalah warga Wonosari Kabupaten Gunung Kidul. Meski hanya satu penjaga tetapanya, namun sering ditemani orang yang lain yang berganti-ganti. “Kalau yang jaga mau srawung (membaur). Tapi yang punya nggak pernah kelihatan,” kata dia.
Tri mengungkapkan rumah dengan luas sekitar 500 meter persegi itu sepengetauan dia sudah dibeli Djoko sejak tiga tahun lalu. Namun dia tak tahu harga rumah itu. Yang jelas, kata dia, rumah itu semula milik seorang warga Jakarta. “Tanah di sini pasarannya sekitar Rp 1,5 juta per meter persegi, belum bangunannya,” kata dia.
Seorang lainnya, warga kampung Langenastran yang tak mau disebut namanya menuturkan bahwa rumah itu memang sudah tak ada yang jaga sejak sekitar sepekan ini. Dari informasi yang ia dapat, rumah itu dibeli dengan harga sekitra Rp 1,8 miliar. “Dulu sempat ada yang gambar-gambar dan mengukur rumah itu, seperti mau membangun baru. Tapi nggak jadi, keburu ada kasus,” kata dia.
Kepala Bagian Pemerintahan Kecamatan Keraton Yogyakarta Affandi menuturkan bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah di komplek rumah Djoko saat ini sekitar Rp 802 ribu per meter persegi. “Tapi sekarang biasanya dijual dengan harga Rp 2 juta per meter persegi. Itu komplek elite karena banyak bangunan model tua,” kata dia.
Menurut Afandi, melihat desain bangunanya, rumah yang masih berada di dalam area yang dikelilingi benteng keraton Yogyakarta itu harga bangunannya ditaksir sekitar Rp 200 ribu permeter persegi. “Bisa dihitung sendiri dari situ, yang jelas lebih kalau Rp 1,5 miliar,” kata dia. Pembelian rumah itu pun kata Afandi juga tak tercatat oleh petugas Kecamatan Keraton.
KPK telah menjerat Djoko Susilo dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM. Ia disangka menyalahgunakan wewenang dan diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar. Djoko disebut memiliki aset senilai Rp 40 miliar berupa tanah dan bangunan seluas 5.000 meter persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Namun, dalam LHKPN Djoko yang disampaikan ke KPK 20 Juli 2010 , harta kekayaan Djoko yang tercatat hanya Rp 5,6 miliar.
PRIBADI WICAKSONO