TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan yang tidak melakukan kewajibannya membayar tunjangan hari raya (THR), bisa diproses secara hukum di pengadilan, yakni Pengadilan Hubungan Industrial. "Proses peradilan ini merupakan jalan terakhir jika imbauan dari Kemenakertrans diabaikan," kata Direktur Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi Direktorat Jenderal Pembinaan Hubunga Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Sri Nurhaningsih, saat ditemui Tempo di kantornya, Rabu, 15 Agustus 2012.
Sebelum sampai pada tahap peradilan, kata Sri, perusahaan biasanya ditegur melalui surat pemberitahuan untuk segera melakukan tanggung jawabnya. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pembayaran THR Keagamaan dan Himbauan Mudik, perusahaan wajib membayar THR maksimal H-7 atau sepekan sebelum hari raya.
Selain itu, pembayaran THR diberikan kepada karyawan, buruh, outsourcing, atau karyawan kontrak yang masa kerjanya minimal tiga bulan atau lebih. Jika sudah setahun, besaran THR minimal 1 bulan gaji. "Kalau kurang dari setahun, perhitungannya secara proporsional, yakni jumlah bulan bekerja dibagi dua belas bulan dikalikan satu bulan gaji," kata Sri.
Jika sampai akhir hari raya atau seusai hari raya perusahaan tetap belum membayar THR, tim penyelidikan dari Kemenakertrans akan melakukan pendalaman masalah perusahaan. "Sebelumnya, setelah pelaporan dan dilakukan kroscek, perusahaan yang terbukti belum mampu membayar masih diberi tenggat waktu, tapi disepakati oleh dua pihak, perusahaan dan pekerja," ujarnya.
Proses pelaporan ke pengadilan ini, kata Sri dilakukan sendiri oleh karyawan. Pihak Kemenakertrans, sejauh ini, hanya melakukan mediasi dan pendalaman masalah. "Sampai waktu yang disepakati perusahaan tetap tidak membayar, pelapor boleh membawa kasus ini ke pengadilan hubungan industrial," ujarnya.
Proses peradilan ini, kata Sri, biasanya akan berujung pada penyitaan aset. Namun, karena hal tersebut akan lebih merugikan pihak perusahaan, jarang ada perusahaan yang bermasalah sampai ke pengadilan. "Sampai saat ini belum ada yang dikasuskan hingga pengadilan," ujarnya.
Sri menambahkan, langkah terakhir untuk membuat perusahaan jera adalah pelaporan ke Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Hukum dan HAM. "Pelaporan ini dalam rangka pencabutan izin usaha terhadap perusahaan yang nakal tersebut," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI