TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat badan usaha milik negara, Said Didu, mengatakan likuidasi merupakan cara terbaik penyelamatan perusahaan perkapalan PT Djakarta Lloyd (Persero). "Likuidasi risikonya sangat minim," katanya saat dihubungi Tempo pada Selasa, 28 Agustus 2012.
Menurutnya, dampak likuidasi hanya persoalan kepercayaan kreditur dari pihak luar negeri terhadap Kementerian BUMN. “Cara tersebut juga pantas dipilih sebab Djakarta Lloyd dinilai sulit bersaing dan prospeknya tidak cerah,” ucapnya.
Alternatif lainnya menurut Said adalah dengan mengakuisisi dan membentuk holding perkapalan. "Saya rasa Pusri dan Bulog mau mengakuisisi atau membentuk holding."
Nantinya, kapal milik Djakarta Lloyd diharapkan dapat menambah armada untuk mengangkut kebutuhan kedua perusahaan. "Kalau ada barang yang diangkut, pasti meyakinkan bagi Djakarta Lloyd untuk segera dibeli." Ia menambahkan, apalagi Indonesia terdiri dari negara kepulauan. Seharusnya perusahaan perkapalan dikelola dengan manajemen yang bersih.
Kementerian BUMN, menurut Said, memiliki tugas melakukan perombakan manajemen Djakarta Lloyd. "Orang-orang di Djakarta Lloyd itu rusak semua. Untuk itu, langkah yang harus dilakukan oleh Kementerian adalah mengganti seluruh jajaran direksinya.”
Mengenai kemungkinan penjualan aset milik perusahaan, menurut Said hal itu adalah mustahil. "Asetnya saja disita, apanya yang mau dijual?".
Djakarta Lloyd, perusahaan yang berdiri sejak 1950 ini, sudah tak beroperasi sejak Februari 2011. Sebagian armada kapalnya rusak, sementara sisanya disita pengadilan, gaji karyawannya pun tidak dibayar selama 14 bulan lebih.
Utang dan kewajiban yang harus dilunasi perusahaan itu mencapai Rp 47,2 miliar. Terdapat juga utang ke Bank Mandiri senilai Rp 12,8 miliar.
SATWIKA MOVEMENTI