TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja kembar Puro Pakualaman Yogyakarta mempengaruhi kinerja anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyiapkan tata tertib penetapan gubernur dan wakil gubernur. Dewan belum menemukan rumusan untuk mengantisipasi jika terjadi dua raja kembar tersebut mendaftar untuk ditetapkan sebagai wakil gubernur.
Padahal, sesuai dengan jadwal, batas akhir finalisasi penyelesaian tata tertib ini mestinya rampung Rabu 5 September 2012. Sesuai dengan tahapan, sebenarnya dua hari setelah Undang-Undang Keistimewaan diundangkan, DPRD harus melayangkan surat pemberitahuan pengajuan calon kepala daerah kepada Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman. “Kami masih kesulitan, belum ketemu bagaimana untuk mengantisipasi itu,” kata Wakil Ketua Pansus Tatib DPRD DIY, Arif Rahman Hakim.
Pengukuhan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dikhawatirkan bermasalah akibat keberadaan dua raja di Puro Pakualaman. Kanjeng Pangeran Hario Angling Kusumo mengancam akan membuat penobatan sebagai adipati yang bertakhta, menandingi Paduka Paku Alam IX yang kini diduduki KPH Ambar Kusumo. Pansus tak punya rujukan siapa yang berhak bertakhta jika merunut sejarah. DPRD khawatir menghasilkan tata tertib yang rawan gugatan hukum jika persoalan ini tidak diselesaikan.
Menurut Arif, Undang-Undang Keistimewaan DIY memuat ketentuan bahwa Sultan bertakhta otomatis gubernur dan Paku Alam bertakhta sebagai wakil gubernur. Perdebatan panjang kian mempersulit kerja tim dalam menyusun tata tertib, apalagi konflik di Paku Alam kian runcing. "Dalam pembahasan, yang mengerucut adalah pendapat dilakukan pelantikan gubernur terlebih dulu. Sedangkan pelantikan wakil gubernur ditunda sampai konflik selesai,” kata dia.
Opsi lain yang juga berkembang di Dewan, kata dia, pelantikan tetap dilakukan bersama baik gubernur maupun wakil gubernur. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan kemungkinan dilakukan pelantikan tidak secara bersama terbuka lebar. Apalagi di dalam aturan Undang-Undang Keistimewaan yang disahkan DPR pada 30 Agustus lalu itu tak ada klausul yang menyatakan pelantikan gubernur dan wakil gubernur dalam satu paket.
Kerabat Paku Alam IX, KPH Tjondrokusumo, mengatakan tak setuju pelantikan dilakukan terpisah. Menurut Tjondro, DPRD tak dibenarkan melakukan pelantikan secara terpisah. Sebab, kata dia, semua sudah diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan tentang siapa yang berhak mengirimkan calon wakil gubernur. Hal itu, kata dia, tertuang dalam Bab VI Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, khususnya Pasal 19, yang secara jelas menyebutkan bahwa surat pencalonan untuk calon wakil gubernur ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman. “Itu artinya yang bertakhta saat ini yang sesuai dengan prosedur,” kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, juga mengatakan DPRD tak perlu terpengaruh dengan kondisi lain dalam merancang tata tertib. “Dasarnya memakai undang-undang saja, tak perlu melihat ada konflik apa di sekitar itu,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO