TEMPO.CO, Jakarta-Analis dari MNC Securities Edwin Sebayang menilai, investor yang mengkoleksi saham Grup Bakrie hanya bertujuan untuk spekulasi. Saham kelompok Bakrie ini tidak layak untuk dikoleksi karena tidak prospektif. “Mereka hanya spekulasi. Bisa saja pada pembukaan pagi hari sahamnya dibeli tetapi sore hari sudah dijual kembali,” katanya kepada Tempo, kemarin.
Perusahaan kelompok Bakrie saat ini tengah dililit persoalan utang. Ia mencontohkan kinerja PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang mencatat kerugian US$ 322 juta. Ia menuturkan Bumi kini hanya memiliki dana kas US$ 121,8 juta. Jumlah itu tidak mampu untuk menutupi cicilan pokok, termasuk utang. “Apalagi penjualan batu bara diperkirakan stagnan hingga akhir tahun, sehingga akan mempengaruhi pendapatan perusahaan,” Edwin mengatakan.
Ia menambahkan berinvestasi di perusahaan yang asetnya tidak sehat seperti itu, tidak bisa diharapkan. “Investor cenderung menanamkan sahamnya.” Menumpuknya utang Bumi, menurutnya, tentu akan mempengaruhi pandangan investor terhadap kinerja keseluruhan emiten milik Grup Bakrie.
Ia menuturkan solusi yang tepat adalah dengan menambah stok utang perusahaan dan menjual aset-asetnya. Namun Edwin menilai hal tersebut pun berat bagi perusahaan. "Harus ada collateral atau jaminan yang mampu meyakinkan perbankan untuk mau memberikan pinjaman," ucapnya.
Mengenai penjualan aset, ia mengatakan dibutuhkan mekanisme yang tepat untuk meyakinkan para investor. "Investor lokal saja belum tentu berminat, apalagi asing," Edwin menjelaskan.
Namun analis dari Indosurya Asset Management, Reza Priyambada memperkirakan masih ada peluang bagi Grup Bakrie untuk meyakinkan para investor. "Walaupun kini keuangannya sangat rugi, pada tahun-tahun sebelumnya, emiten Grup Bakrie memiliki reputasi yang baik," katanya kepada Tempo.
Ia menambahkan, faktor kepemilikan juga mempengaruhi investor untuk menanamkan sahamnya. Hal itu akan berpengaruh bagi perusahaan jika ingin mendapatkan pinjaman perbankan. "Masak perusahaan sekelas grup Bakrie tidak bisa melobi perbankan," ia mengatakan.
Senada dengan Edwin, ia memperkiraan saham Grup Bakrie lebih banyak diburu kalangan spekulan. "Diperkirakan peminatnya masih cukup banyak, sekalipun hanya untuk jangka waktu pendek."
Ia menambahkan, pergerakan saham itu tergantung sentimen. Saat pembukaan, saham mungkin diminati, tapi bisa ada sentimen negatif, investor menjual kembali sahamnya di penutupan perdagangan. "Saham Grup Bakrie dibenci tetapi juga dinanti."
Pada penutupan perdagangan kemarin, saham sejumlah Grup Bakrie mengalami penguatan karena pengaruh melonjaknya harga komoditas di pasar global. Beberapa emiten kelompok Bakrie yang bergerak di sektor komoditas naik signifikan. Dimotori Bumi Resources (BUMI) yang naik 10,5 persen ke Rp 840 per lembar dan Bumi Resources Mineral (BRMS) naik 22,45 persen ke Rp 600 per lembar.
Kemudian PT Energi Mega Persada (ENRG) naik 2,2 persen ke Rp 93 per lembar, serta Bakrie Sumatera Plantation (UNSP) naik 3 persen ke Rp 135 per lembar. Sementara Berau Coal (BRAU) stagnan di Rp 50 per lembar. Saham Bakrieland Development (ELTY) turut terdongkrak dengan naik 3,9 persen ke Rp 53 per lembar saham.
SATWIKA MOVEMENTI| SETIAWAN