TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Agustus 2012 mencapai Rp 615 triliun, atau 60,5 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2012 sebesar Rp 1.016 triliun.
"Pertumbuhan penerimaan perpajakan mencapai 14,9 persen (year on year) dengan pertumbuhan terjadi pada pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM)," kata Staf Ahli Penerimaan Negara Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa, 18 September 2012.
Menurut Robert, di sisi lain, pelambatan ekonomi global memberikan dampak terhadap kinerja perpajakan. Seperti terjadi pada realisasi PPh nonmigas hingga Agustus 2012 mencapai Rp 255,7 triliun atau 57,4 persen dari APBN-P 2012, lebih rendah dari Agustus tahun lalu sebesar 63,4 persen.
Faktor yang mempengaruhi perlambataan pertumbuhan PPh nonmigas, kata dia, di antaranya adalah perlambatan pertumbuhan produk domestik bruto. Selain itu, terjadi juga perlambatan terhadap PPh di sektor pertambangan.
"Perlambatan pertumbuhan di sektor industri pengolahan dan sektor jasa keuangan yang dipicu oleh penurunan kegiatan ekspor sebagai dampak dari perlambatan ekonomi dunia," katanya.
Sedangkan untuk realisasi PPN per Agustus 2012 mengalami kenaikan dibanding tahun lalu sebesar yaitu 60,8 persen atau Rp 204,3 triliun. Robert merinci, pertumbuhan PPN dalam negeri mencapai 35,2 persen, sedangkan PPN impor 23,3 persen. "Itu diantaranya dipengaruhi perbaikan mendasar sistem administrasi PPN."
Adapun realisasi penerimaan cukai, Kementerian Keuangan mencatat per Agustus 2012 mencapai Rp 62,1 triliun. Penerimaan cukai terutama berasal dari cukai tembakau sebanyak 95,6 persen dengan realisasi mencapai Rp 59,4 triliun. "Realisasi penerimaan cukai didukung oleh upaya extra effort dalam pemberantasan cukai ilegal," kata Robert.
Sedangkan penerimaan bea masuk hingga Agustus 2012 mencapai Rp 18,4 triliun, meningkat 14 persen dari Agustus tahun sebelumnya. Peningkatan itu dipengaruhi oleh pertumbuhan impor 9,5 persen (kumulatif semester I 2012) dan depresi nilai tukar rupiah.
Penerimaan bea keluar per Agustus 2012 mencapai sebesar 63,8 persen atau 14,8 triliun dari target APBNP 2012. Angka itu menurun dibanding Agustus tahun lalu yang mencapai 82,7 persen.
Rendahnya bea keluar CPO dipengaruhi harga referensi di pasar internasional yang berpengaruh pada tarif yang berlaku yaitu pada 2011 rata-rata 20,3 persen sedangkan 2012 rata-rata 16,9 persen. Selain itu, rendahnya bea keluar mineral dipengaruhi menurunnya ekspor mineral dalam bentuk bijih (raw material atau ore).
ANGGA SUKMA WIJAYA