TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur, meminta pemerintah dan pengusaha menyerap harga garam petani sesuai dengan aturan.
Merosotnya harga garam disebabkan oleh melimpahnya pasokan saat ini yang tengah memasuki masa panen raya. Namun hal itu, kata dia, bukan menjadi alasan bagi pengusaha untuk menurunkan harga beli dari petani. "Serap saja. Setelah itu diubah menjadi garam olahan buat industri," ujar dia.
Natsir mengakui hingga kini garam yang dihasilkan petani lebih banyak terserap sebagai garam konsumsi. Padahal, garam tersebut memiliki kualitas untuk dikonversi menjadi garam industri yang memiliki harga lebih baik. "Makanya ke depannya, petani juga berlomba mengubah garamnya menjadi olahan buat industri."
Ia tidak menyetujui rencana pemerintah menunjuk perusahaan tunggal dalam proses impor garam industri. Sebab, hal itu semakin menyulitkan petani lokal. "Tidak boleh, itu sama saja dengan proses monopoli," ia memaparkan.
Sebelumnya, Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia mencatat harga jual garam saat musim panen raya tahun ini menjadi lebih rendah dari ketentuan.
Untuk wilayah Madura, PT Garam menetapkan harga kualitas produksi (KP) 1 Rp 480 per kilogram diterima di gudang serta KP 2 Rp 410 per kilogram. Harga ini lebih rendah dibanding harga swasta PT Susanti Mega sebesar Rp 560 per kilogram untuk KP 2 digudang.
Angka ini jauh dari ketentuan harga yang ditetapkan pemerintah, berdasarkan harga pokok pembelian (HPP) garam 2011 lalu yaitu garam KP1 di pinggir tambak dihargai Rp 750 rupiah per kilogram sedangkan garam KP2 dipatok Rp 550 rupiah per kilogram di pengumpul.
Rendahnya serapan harga beli ini menimbulkan penolakan. Ribuan petani garam dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Pengarengan, Torjun dan Sereseh Kabupaten Sampang Madura melakukan aksi demo.
Mereka bahkan sengaja menuang garam di jalan raya. Aksi ini dilakukan untuk menggambarkan bentuk kekesalan mereka terhadap turunnya harga garam yang hanya terjual sekitar Rp 250 per kilogram.
JAYADI SUPRIADIN