TEMPO.CO , entawai: Pulau Siberut di Mentawai kini menjadi tempat terakhir untuk melihat kehidupan tradisional Mentawai yang masih bertahan. Di pedalaman Siberut ini kita masih menyaksikan punen, atau pesta adat, melihat lelaki mengolah sagu dan meramu racun panah, atau melihat Sikerei (dukun dan ahli tumbuhan obat) menari mengusir roh dengan dedaunan dan lonceng di tangan.
Salah satu perkampungan yang tradisional Mentawai terletak di sepanjang aliran Sungai Silaoinan, jauh ke pedalaman yang dapat dicapai dengan pompong atau perahu kecil dari Muara Siberut menyusuri sungai Silaoinan hingga ke hulu.
Baca Juga:
Di sepanjang sungai ini sedikitnya tinggal 14 klan yang hidup berkelompok sesuai sukunya. Satu klan mewakili satu suku yang juga dinamakan uma. Uma juga nama yang diberikan untuk rumah adat suku Mentawai.
Keunikan Pulau Siberut, dimulai dari sejarah geologisnya. Siberut adalah pulau muda yang terbentuk dari aktivitas geologis yang terpisah dari lempeng daratan Sunda sejak 500 hingga 1 juta tahun lalu. Sejarah geologi Siberut juga menjadikan pulau ini kaya dengan keragaman hayati dan beberapa spesies endemik. Salah satunya tiga jenis monyet dan satu siamang.
Orang-orang Mentawai yang mendiami kepulauan di pantai barat Sumatera itu diduga datang sebagai gelombang pertama orang-orang yang datang ke Nusantara dari Asia Daratan. Karena lama terpisah dari daratan Sumatera, kebudayaan mereka sangat khas.
Dalam sebuah perjalanan ke Siberut, saya menginap di salah satu uma milik Bajak Aman Sabaogok di tepi Sungai Silaoinan.
Uma dengan atap daun sagu itu cukup luas. Separuh rumah untuk ruang tamu tanpa dinding sehingga sejuk karena udara terus mengalir. Di dalamnya untuk ruangan tidur setelah dipasangi kelambu dan di bagian paling ujung untuk dapur dengan tungku dan kayu bakar yang akan menghangatkan malam.
Banyak yang menarik selama beberapa hari di pedalaman Siberut. Melihat para lelaki mengolah pohon sagu, dan para perempuan membuatnya menjadi makanan pokok. Di kampung ini terdapat dua tempat pengolahan sagu. Pohon sagu tumbuh subur di tepi sungai. Setelah diolah, tepung sagu yang masih basah dan keras diparut lagi dengan parutan rotan, lalu dibungkus daun sagu dan dipanggang.
Makanan ini dinamakan kapurut dan menjadi makanan pokok sehari-hari. Bisa dimakan tanpa lauk, atau dengan rebusan ikan sungai dalam tabung bambu. Sagu bakar ini dimakan dengan kuah ikan rebus.
Tepung sagu juga diolah dengan dipanggang dalam buluh dekat bara api, makanan ini namanya kaogbuk. Rasanya lebih lembut dibandingkan kapurut.
Sementara lelaki gemar berburu, para perempuan gemar mengoleksi kuali dan periuk.
Kuali besi yang berjejer rapi itu menjadi hiasan dinding yang terlihat ganjil di uma. Di mana-mana tergantung kuali, di ruang tamu, di langit-langit, di tonggak rumah, hingga di dinding dapur. Ukurannya mulai dari diameter setengah meter hingga yang paling besar satu meter.
Ini dilengkapi dengan periuk besi berwarna hitam dan periuk timah berwarna perak. yang juga digantung berjejeran di dinding.
“Ini untuk alak toga anak lelaki saya kalau kawin untuk keluarga perempuan,” kata Bai Sabaogok, istri bajak Aman Sabaogok. Ia sudah mengoleksi 37 kuali dan 17 periuk untuk tiga anak lelakinya dan keponakan lelaki suaminya.
Alak Toga ini mas kawin dari lelaki untuk perempuan dan akan menjadi milik calon mertua perempuan. Alak Toga biasanya tujuh macam, sebuah kuali nomor 15 atau 30 (penomoran ini dikenalkan pedagang, kuali ukuran sedang nomor 15, dan kuali besar nomor 30), seekor babi, satu hektare ladang sagu, lima batang pohon durian, sebatang pohon kelapa, satu mata kampak, dan sekayu kelambu. Kadang-kadang bisa ditambah periuk.
Tinggal beberapa hari di pedalaman Siberut, hidup terasa menjadi lebih sederhana. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Uang juga tidak begitu berarti, karena uang tunai bagi masyarakat pedalaman hanya diperlukan untuk membeli bensin untuk mesin perahu, beli rokok, dan sesekali membeli beras dan pakaian.
Selain itu juga tidak ada yang takut kekurangan makanan. Sebatang pohon sagu bisa menghidupi satu keluarga dalam enam bulan. Selain sagu juga ada puluhan batang durian, ladang keladi dan ikan di sungai. Di setiap uma selalu punya ternak babi dan ayam yang cukup banyak.
FEBRIANTI
Berita lain:
Kemacetan Ancam Pariwisata Bali
Seniman Tiga Negara Ini Ngamen di Ullen Sentalu
Jak-Japan Matsuri Digelar Mulai 23 September
Obyek Wisata Dieng Butuh Lahan Parkir Baru
Yogyakarta Tuan Rumah Festival Seni Budaya Hindu
Dari Hulu ke Hilir, Festival Kopi Indonesia