TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menargetkan penerimaan bea keluar mineral sebesar Rp 8 triliun pada 2013. Target ini dipasang karena penerimaan 65 jenis komoditas mineral masih rendah.
"Memang masih rendah karena terdapat beberapa hambatan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono di sela-sela rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR di gedung DPR, Jakarta, Senin, 24 September 2012.
Ia menjelaskan, realisasi penerimaan 65 jenis komoditas mineral sejak diterapkan pada Juni lalu baru sekitar Rp 361 miliar. Hambatannya, antara lain, masalah administrasi. Sebelum mengirim komoditasnya, para eksportir harus mendapatkan izin dan verifikasi dari Kementerian Perdagangan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Akibatnya, banyak perusahaan yang tertunda izin ekspornya.
Di sisi lain, Agung melanjutkan, eksportir pun masih menunda mengirim komoditasnya ke luar negeri karena masih melakukan hitung-hitungan ekonomi karena bea ekspor mineral mentah cukup tinggi, yaitu 20 persen. "Mereka mungkin berpikir lebih baik mengolah di sini dulu supaya dapat nilai tambah, daripada kena bea yang tinggi," ucapnya.
Pemerintah menerapkan bea keluar tambang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menarik 20 persen tarif bea keluar atas eksportasi 65 komoditas mineral mentah. Penarikan dilakukan di enam Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), yaitu di Ketapang, Kendari, Pomalaa, Poso, Ternate, dan Kotabaru. Sejak diterapkan pada Juni lalu, penerimaan mencapai Rp 89,24 miliar. Sedangkan Juli lalu Rp 135,34 miliar dan Agustus Rp 136,81 miliar.
GUSTIDHA BUDIARTIE