TEMPO.CO , Mentawai: Di beranda sebuah uma (rumah) di Siberut dua pekan lalu, seorang Sikerei (dukun dan ahli pengobatan) sedang melakukan ritual pengobatan. Ia menari dengan entakan kaki. Matanya terpejam, bibirnya mengumandangkan nyanyian lirih menghibur roh. Satu tangan lainnya mengguncang lonceng yang berdenting terus-menerus. Tak jauh darinya seorang anak demam sedang dipangku ibunya.
Sikerei yang sedang melakukan ritual pengobatan adalah Sukemi Satoinong, 45 tahun. Ia mengenakan atribut khas sikerei Mentawai: hiasan kepala dari rangkaian manik, bulu burung dan bunga, kalung manik yang dirangkai dengan cermin, gelang manik, dan kabit dari kain merah pengganti celana. Hiasan yang dikenakan sikerei ini untuk menarik perhatian agar roh mendekat.
Baca Juga:
Dalam ritual ini, sikerei melakukan turuk atau tarian tradisional di Mentawai. Itulah tahapan akhir yang dilakukan sikerei untuk mengobati orang yang sedang sakit. Roh si sakit dihibur dengan tarian dan sesajian agar tidak meninggalkan tubuhnya. Sebab jika jiwa telah meninggalkan tubuh berarti orang tersebut bisa meninggal.
Gerakan yang ditampilkan dalam tarian sikerei ini adalah gerakan yang meniru tingkah laku hewan seperti monyet, burung, dan ayam.
Entakan kaki dan irama dari gerakan turuk Sikerei yang membuat suasana yang gembira diyakini akan menghibur orang yang sakit dan akan menarik perhatian roh untuk mendekat di areal upacara.
Karena selain memanggil roh, sikerei juga punya keahlian meramu tumbuhan obat mulai dari ramuan untuk penyakit ringan seperti sakit kepala dan flu, hingga penyakit berat seperti dipatok ular, luka bacokan, penyakit kulit, menghentikan perdarahan ibu melahirkan, dan sakit perut.
Pulau Siberut di Mentawai kini menjadi tempat terakhir untuk melihat kehidupan tradisional Mentawai yang masih bertahan. Di pedalaman Siberut ini kita masih menyaksikan punen, atau pesta adat, melihat lelaki mengolah sagu dan meramu racun panah, atau melihat Sikerei (dukun dan ahli tumbuhan obat) menari mengusir roh dengan dedaunan dan lonceng di tangan.
Di Pulau Siberut yang merupakan pusat dan asal kebudayaan Mentawai, sikerei seperti Sukemi Satoinong tetap memegang peranan penting dalam masyarakat. Sikerei tidak hanya dibutuhkan untuk mengobati, tetapi juga berkait dengan kepercayaan orang Mentawai di Siberut kepada roh-roh yang mendiami alam di sekitar mereka. Kepercayaan itu terkenal dengan kepercayaan Arat Sabulungan yang didasarkan kepada kepercayaan mereka terhadap kekuatan daun-daun dan roh.
Dalam konsep Arat Sabulungan, alam dikuasai roh-roh yang melindungi mereka. Roh pulalah yang menghukum mereka jika melanggar pantangan atau berbuat kesalahan. Karena itu orang Mentawai dikenal sering melakukan ritual. Untuk menghubungkan mereka dengan dunia roh inilah peran sikerei dibutuhkan karena sikerei diyakini memiliki kemampuan dapat melihat jiwa dan dapat berkomunikasi dengan roh nenek moyang serta roh-roh lain.
Sikerei menjadi tokoh penting dalam setiap pesta adat atau punen di Mentawai. Mulai dari punen mendirikan uma --rumah adat milik klan-- punen perkawinan, punen kelahiran anak hingga punen untuk menyembuhkan orang sakit.
Kekayaan pengetahuan tanaman obat sikerei dibuktikan dengan penelitian di Rokdok, di pinggir Sungai Sarereket yang dilakukan Pusat Studi Tumbuhan Obat Universitas Andalas, Padang. Dari penelitian itu Sikerei memakai lebih 200 jenis tumbuhan obat yang diketahui khasiat dan penggunaannya secara tradisional oleh sikerei.
FEBRIANTI
Berita lain:
Sidak Denny Indrayana di LP Banjarmasin Ricuh
Presiden SBY: Selamat Buat Jokowi
Jokowi-Ahok Akan Kaji Ulang Proyek Warisan Foke
Foke Minta Para Kepala Dinas Bantu Jokowi
Antisipasi Tren Jokowi, DPR Segera Bahas RUU Pemda