TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengaku prihatin atas sikap sekolah yang melarang korban pemerkosaan, ASS, 14 tahun, mengikuti pelajaran sekolah. "Sekolah harusnya melindungi dan mendampingi," kata mantan Ketua KPAI, Maria Ulfa, saat dihubungi, Senin, 8 Oktober 2012. (Baca: Korban Pemerkosaan Teman Facebook Tak Bisa Sekolah)
Menurut Maria, sekolah tersebut tidak menerapkan asas perlindungan anak, padahal diatur dalam undang-undang. "Sekolah harus bisa mendampingi korban untuk melaporkan pelaku dan memberi perlindungan secara psikologis," ujarnya.
KPAI berjanji akan menyoroti kasus ini. Ia meminta semua pihak berkoordinasi agar sang anak dipulihkan haknya, khususnya hak pendidikan. "Dia itu korban, jangan diperlakukan begitu," ujarnya.
Senin pagi, 8 Oktober 2012, ASS tak bisa masuk ke kelasnya. Siswi SMP Budi Utomo Depok itu dilarang mengikuti pelajaran oleh sekolahnya. Ibu korban, Rauden Gultom, menyatakan pemberhentian anaknya bahkan diumumkan dalam upacara bendera, meskipun tak menyebutkan nama anaknya.
Menurut Rauden, sekolah tidak menerima ASS karena dianggap telah mempermalukan dan tidak menjaga nama baik sekolah. "Anak saya hanya nangis-nangis di depan kelas," katanya. Rauden mengaku tidak terima dengan perlakuan ini. Sebab, sekolah tidak menghargai ASS sebagai korban.
Pada 23 hingga 30 September 2012, ASS diculik dan diperkosa sopir angkot D03 jurusan Parung-Depok. ASS mengenal pelaku lewat Facebook.
M. ANDI PERDANA
Berita Lainnya:
Korban Pemerkosaan Teman Facebook Tak Bisa Sekolah
Ini Akibatnya Jika Bercinta Sambil Mengemudi
Inilah Sepuluh Fantasi Seks Wanita
UGM Siap Beri Dukungan ke KPK
Polri vs KPK, Sudi: SBY Tak Wajib Sampaikan ke LSM