TEMPO.CO, Jakarta--Mayoritas masyarakat belum menempatkan partai sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka. Dalam survei yang digelar Saiful Mujani Research and Consulting terhadap 1.219 responden, hanya 15 persen responden yang percaya pada partai.
Peneliti SMRC, Grace Natali, menyatakan bahwa dari survei yang digelar pada 5-16 September 2012, hampir semua pemilih tak punya kedekatan emosional dengan partai. "Inilah mengapa masih banyak pemilih mengambang menjelang pemilu 2014," kata Grace dalam diskusi "Kecenderungan Swing Voter Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2014, di Hotel Grand Hyatt, Ahad, 14 Oktober 2012.
Menurut Grace, besarnya potensi pemilih mengambang sudah terlihat sejak pemilu 1999. Pada pemilu 1999 hingga pemilu 2004, misalnya, suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menurun dari 34 persen menjadi hanya 15,5 persen. Adapun Demokrat dari 0 persen menjadi 7 persen dan Partai Keadilan Sejahtera dari 1 persen menjadi 14 persen.
Dari pemilu 2004 ke pemilu 2009, suara Golkar turun dari 22 persen menjadi 14 persen. Sedangkan perolehan suara Demokrat naik dari 7 persen menjadi 21 persen. Dalam tiga kali pemilu, tiga partai yang berbeda tampil sebagai pemenang dengan suara terbanyak. "Ini mengindikasikan swing voter dari satu pemilu ke pemilu berikutnya."
Pada pemilu 2014, Saiful Mujani Research melemparkan pertanyaan secara terbuka kepada responden tentang partai apa yang akan dipilih. Hasilnya, jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan jauh lebih besar dibanding yang sudah punya pilihan. Pilihan tertinggi ditujukan pada Golkar (14 persen), diikuti PDIP (9 persen), dan Demokrat (8 persen). Partai NasDem menyodok di posisi keempat dengan 4 persen suara, mengalahkan Gerindra yang hanya meraup 3 persen suara bersama PKS, PKB, PPP, dan PAN.
Suara paling besar justru disumbangkan oleh pemilih mengambang yang belum menentukan pilihan, yakni sebesar 50 persen. Menurut Grace, besarnya jumlah suara mengambang bisa saja berasal dari swing voter dan pemilih pemula. "Besarnya jumlah pemilih pemula ini akan merombak peta kekuatan partai pada 2014."
Grace menjelaskan, besarnya jumlah pemilih mengambang bisa disebabkan oleh lemahnya kemampuan partai menarik simpati publik. Kredibilitas partai pun masih bergantung pada figur tertentu. Jadi, ketika figur yang diusung tak lagi dipercaya, tingkat dukungan terhadap partai pun ikut turun. Partai juga belum bisa membangun pola kaderisasi yang kuat.
IRA GUSLINA SUFA