TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah dana kelolaan reksa dana periode Agustus 2012 sebesar Rp 169,99 triliun dinilai sangat kecil dibandingkan dengan simpanan masyarakat di perbankan yang mencapai Rp 2.984 triliun per Agustus 2012. Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhie Sadewa, mengatakan masyarakat Indonesia dipengaruhi tingkat edukasi yang mengakibatkan sedikitnya pengetahuan tentang reksa dana.
“Selain itu, PT Bursa Efek Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Laporan Keuangan juga kurang menggalakkan investasi reksa dana,” katanya ketika dihubungi Tempo, Minggu 14 Oktober 2012.
Menurut Purbaya, jumlah investor reksa dana di Indonesia berada di bawah 1 persen dari total penduduk Indonesia pada 2012. “Mereka kurang agresif atau takut dengan investasi yang berbau risiko, mereka terbiasa menyimpan uang di deposito, padahal kurang menguntungkan,” tuturnya.
Kecilnya jumlah investor reksa dana ini sangat ironis di tengah meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia. Di mana, berdasarkan survey Bank Dunia tahun 2010, populasi kelas menengah dengan pengeluaran US$ 2 hingga US$ 20 dollar per hari mencapai sekitar 134 juta.
Kemudian, persentase dana kelolaan reksa dana terhadap produk domestik bruto (PDB) juga masih sangat rendah. Di tahun 2011, persentasenya hanya 2,2% dari total PDB Indonesia senilai Rp 7.427 triliun. Sementara di tahun 2010, di Malaysia persentasenya sudah sekitar 49%, Thailand 20% ataupun Filipina yang sudah 19,5%.
“Umumnya ketika terjadi gonjang-ganjing saham seperti pada bulan Juli lalu, mereka lebih memilih reksa dana fixed income atau terproteksi dibandingkan dengan reksa dana saham. Padahal kedua reksa dana itu dari segi keuntungan tidak terlalu menarik karena tingkat risikonya rendah, otomatis keuntungannya juga rendah,” katanya.
Sementara itu Purbaya menjelaskan lebih jauh lagi mengenai reksa dana saham. “Jika masyarakat dilengkapi dengan pengetahuan yang baik tentang kondisi fundamental ekonomi, tidak usah takut, karena selama fundamental ekonomi kita masih baik, artinya pertumbuhan ekonomi masih meningkat, kemudian permintaan domestik atau daya beli masyarakat tinggi, kemudian pemerintah juga masih melakukan belanja, maka penurunan saham itu dapat kembali naik dalam kurun waktu tertentu,” ujarnya.
FIONA PUTRI HASYIM