TEMPO.CO, Kuwait City-- Volume perdagangan antara Indonesia dan Kuwait ditargetkan tumbuh minimal 30 persen atau bisa mencapai Rp 1,99 miliar pada akhir 2012. Menurut Duta Besar Indonesia untuk Kuwait Ferry Adamhar, pertumbuhan volume perdagangan bakal didorong oleh peningkatan ekspor Indonesia dalam berbagai komoditas.
"Dengan peningkatan ekspor tersebut diharapkan jurang defisit perdagangan Indonesia-Kuwait semakin mengecil," kata dia usai konferensi pers Pertemuan Tingkat Menteri Forum Dialog Kerjasama Asia (Asia Cooperation Dialogue/ ACD) di hotel Courtyard Marriott, Ahad malam, 14 Oktober 2012.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, volume perdagangan Indonesia-Kuwait pada 2010 mencapai US$ 1.47 miliar. Angka ini tumbuh 3,9 persen pada 2011 menjadi US$ 1,52 miliar. Sedangkan pada Januari hingga Juli 2012, volume perdagangan kedua negara sudah menembus US$ 1,68 miliar.
Pada 2010 dan 2011, nilai ekspor Indonesia masing-masing mencapai US$ 97,8 juta dan US$ 120,71 juta. Jika dibandingkan dengan impor Indonesia dari Kuwait, nilai defisit perdagangan pada dua periode tersebut mencapai US$ 1,27 miliar dan 1.28 miliar.
Menurut Ferry, untuk memperkecil defisit perdagangan, Indonesia mengandalkan ban kendaraan, furniture, tekstil dan kakao sebagai komoditas ekspor unggulan ke Kuwait. Dia mencontohkan proporsi ekspor yang signifikan disumbang pabrikan ban nasional, PT Multi Strada Arah Sarana, melalui merk Achilles.
Selain ban, produk furnitur menyumbang proporsi ekspor yang cukup tinggi. Ferry mengatakan dalam waktu dekat akan menggandeng dua peritel besar Kuwait, Al Shaya dan The Sultan Center, sebagai importir produk-produk Indonesia. Dua perusahaan tersebut akan mendongkrak ekspor nasional secara signifikan lantaran memiliki jaringan toko yang cukup luas.
"Al Shaya menguasai 51 brand internasional sedangkan The Sultan menjadi peritel nomor satu di Timur Tengah," katanya.
Untuk memperkuat posisi tawar dalam perdagangan, Indonesia berupaya aktif dalam berbagai forum kerjasama internasional. Salah satunya dalam Pertemuan Tingkat Menteri ACD, dimana Indonesia menjadi penggerak utama atau co prime mover dalam sektor energi.
Menurut Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Dewan Energi Nasional, Saleh Abdurrahman, Indonesia menawarkan konsep kerjasama pengembangan energi terbarukan, transportasi pasokan minyak dan gas serta klasifikasi jasa energi. "Kami sudah merancang rencana aksi yang akan ditawarkan dalam konferensi tingkat tinggi ACD," kata dia yang mewakili Indonesia dalam forum tersebut.
Saleh berharap forum ACD bisa menjembatani investasi negara-negara kaya di Asia, terutama di kawasan Timur Tengah, ke Indonesia. Beberapa kerjasama yang diincar yakni investasi pembangunan kilang minyak serta pendirian pabrik produk-produk turunan minyak. "Ini akan terwujud jika lembaga yang menjembatani kerjasama ini sudah mapan," ujarnya.
ACD ialah forum kerjasama negara-negara Asia dalam bidang ekonomi, riset pengetahuan dan sosial budaya. Forum dialog yang diinisiasi oleh Thailand pada 2002 ini bercita-cita menghubungkan negara-negara di belahan Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Barat dan Timur Tengah. Sebab, selama ini, belum ada forum tunggal yang menjembatani dialog dan kerjasama multilateral diantara kawasan tersebut. ACD yang beranggotakan 32 negara akan menggelar Konferensi Tingkat Tinggi pertamanya di Kuwait pada 16 hingga 17 Oktober 2012.
FERY FIRMANSYAH