TEMPO.CO, Jakarta -- Beralih sepenuhnya ke era digital merupakan jalan keluar yang diambil majalah asal New York, Newsweek. Pertimbangannya, format digital bakal memudahkan Newsweek menggapai pembacanya di banyak negara. Baca: Newsweek Akhiri Era Majalah Cetak.
Kata editor Newsweek, Tina Brown, majalah itu juga akan berganti nama menjadi Newsweek Global. Dalam penyebarannya, pembaca harus terlebih dahulu mendaftar dan berlangganan.
Tapi, kata editor digital Adversiting Age, Michael Learmonth, media berpenampilan non-cetak belum tentu mudah merekrut pembaca. Apalagi majalah itu disajikan dalam bentuk berbayar. "Sebab, ada jutaan media yang menawarkan informasi secara cuma-cuma, tidak berbayar," kata Learmonth dalam ABC News, Kamis, 18 Oktober 2012.
Menurut Learmonth, Newsweek Global harus mampu memberikan sesuatu yang beda dari media online lainnya. Untuk itu, Newsweek Global sebaiknya tidak hanya mengemas berita, tapi harus menampilkan artikel feature yang mampu menarik sisi kemanusiaan. "Juga tulisan yang tak terikat waktu. Jadi bisa dibaca kapan pun," ujarnya.
Kata Brown, Newsweek akan mengakhiri masa pencetakan pada 31 Desember 2012. Dan keesokan harinya, 1 Januari 2013, Newsweek sudah beredar dalam bentuk digital.
Newsweek memutuskan menutup percetakannya karena angka oplah yang terus menurun selama 12 tahun terakhir. Berdasarkan catatan Biro Audit Sirkulasi, pada 2000 lalu, penjualan Newsweek ada di angka 3.134.046 lembar.
Namun jumlah itu menurun pada 2007. Yakni menjadi 3.128.391 oplah. Dan pada semester satu 2012, penjualannya hanya 1.527.157 buah. Lihat: Kisah Newsweek yang Terseok-seok Hingga Merugi.
ABC NEWS | HUFFINGTON POST | CORNILA DESYANA
Baca juga:
5 Bulan Planet Pluto Ancaman bagi Pesawat NASA
Google Siap Beri Kejutan pada 29 Oktober
Benarkah Senyum Manusia Berasal dari Ikan Purba?
Acer Perkenalkan Tablet Iconia 7 Inci
Apple Kalah Lagi di London