TEMPO.CO, Jakarta - Tiga tahun menjalani profesi sebagai guru diakhirinya. Sang kakak Roekijem Soepratijah yang keberatan W.R. Soepratman ditugaskan ke daerah terpencil Sengkang, menyuruhnya mengundurkan diri. Sejak itu, tanpa diketahui alasannya, W.R. Soepratman ikut dalam pergerakan nasional.
Di Makassar W.R. Soepratman bekerja di kantor seorang pengacara Indo-Belanda yang tertarik pada pergerakan kebangsaan Indonesia. Kantor itu langganan surat kabar. Dari situ, ia bisa menangkap perjuangan dari tiga serangkai Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, dan Dr Cipto Mangunkusumo.
Tahu bahwa pusat pergerakan ada di Jawa, W.R. Soepratman memutuskan hijrah ke Jakarta pada 1924. Dari rumah ayahnya di Cimahi, ia melamar menjadi wartawan surat kabar Kaum Muda di Bandung, pimpinan Abdul Muis. Gaji yang minim membuatnya tak mapan seperti di Makassar.
“Dunia pergerakan memang bukan tempat mencari uang,” katanya dalam hati seperti ditulis Majalah TEMPO 2 November 2008. Namun, dia tak berhenti di situ. Dia bergabung dengan kantor berita Alpena, kemudian dengan kantor berita Tionghoa-Melayu Sin Po, sebagai penulis berita pergerakan Indonesia. Ini membuat pergaulannya dengan pemuda aktivis kian luas.
Di gedung Indonesische Clubgebouw, Kramat, ia kerap berbincang dengan Muhammad Yamin dan Soegondo Djojopoespito. Ia juga berdiskusi dengan Mohammad Tabrani. Dari Tabrani ia mendapat info penting: rencana Kongres Pemuda I pada 30 April-2 Mei 1926.
EVANS | PDAT | WANTO
Berita Terpopuler
Gedung Sumpah Pemuda, Dari Kosan Sampai Museum
Lagu Indonesia Raya dan Kontroversinya
Tokoh Nasionalis ini, Kakek dari Dian Sastro
Kebesaran Hatta Menegelamkan Sunario
Sunario, Tokoh Penting Dibalik Sumpah Pemuda
Manifesto 1925 di Atas Sumpah Pemuda