TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan akhirnya menerbitkan aturan soal pembatasan gerai waralaba. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2012 tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern.
"Betul, sudah ditandatangani tanggal 29 Oktober kemarin," kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, Rabu, 31 Oktober 2012.
Aturan baru ini membatasi gerai waralaba yang boleh dimiliki dan dikelola sendiri (company owned), yakni maksimal 150 outlet. Jika pemberi waralaba (franchisor) telah memiliki 150 gerai dan akan menambah jumlah gerai, 40 persen dari jumlah gerai tambahan harus diwaralabakan.
Bayu mencontohkan, jika seseorang telah memiliki 150 gerai waralaba dan ingin menambah 200 gerai lagi, ia harus mewaralabakan 40 persen dari 200 gerai baru yang ditambahkannya. "Jadi 80 gerainya harus diwaralabakan," ujarnya.
Bagi para pewaralaba yang telanjur memiliki gerai lebih dari batas yang ditentukan, pemerintah memberi waktu untuk menyesuaikan diri paling lama 5 tahun sejak peraturan berlaku. Penyesuaian dilakukan dengan cara melepas paling sedikit 20 persen dari jumlah gerai yang harus diwaralabakan setiap tahun.
Baca Juga:
Isi dagangan di toko-toko modern juga diatur. Mereka wajib menjual setidaknya 80 persen produk lokal di tiap gerainya.
Ketentuan ini hanya berlaku bagi minimarket yang luasnya kurang dari 400 meter, supermarket (1.200 meter), dan department store (5.000 meter). Sementara itu, hipermarket dan perkulakan (grosir) tidak dikenai ketentuan itu.
Pemerintah memberikan toleransi kepada pelaku usaha untuk tidak mewaralabakan usahanya jika belum memperoleh keuntungan. Hal ini harus dibuktikan dengan laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik. Franchisor diperbolehkan tidak mewaralabakan gerainya jika tidak mendapatkan pelaku usaha setempat untuk menjadi penerima waralaba (franchisee). Sebuah tim penilai akan melakukan audit untuk membuktikannya.
PINGIT ARIA