TEMPO.CO, Jakarta - Soedirman mendapatkan pendidikan militer pertamanya dari Jepang. Ia direkrut pemerintah negeri matahari terbit itu pada usia 25 tahun.
Setahun menempa pendidikan kemiliteran, Soedirman pun mendapatkan tugas besar pertamanya. Kisah lengkapnya tertulis dalam edisi khusus Majalah TEMPO, Senin 12 November 2012.
Pada 3 Oktober 1943, pemerintah Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 44 Tahun 2603 (1944) tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk Membela Tanah Jawa. Penguasa Karesidenan Banyumas mengusulkan Soedirman ikut bergabung. Nugroho Notosusanto dalam buku Tentara PETA pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, mengatakan hampir semua daidancho dan chudancho dibujuk secara pribadi oleh Beppan.
Daidancho kebanyakan direkrut dari tokoh masyarakat, seperti guru, tokoh agama Islam, dan pegawai pemerintah. “Karena itu, umurnya tak muda lagi,” kata Nina Lubis, penulis buku PETA Cikal Bakal TNI. Daidancho adalah jabatan setingkat komandan batalion.
Soedirman kemudian masuk Peta angkatan kedua sebagai calon daidancho. Muhammad Teguh mengenang cerita ibunya bahwa tentara Jepang sebenarnya tidak suka dengan masuknya Soedirman. Sebab, ketika menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat, ia sering menentang instruksi tentara Jepang. “Namun, saat itu Jepang berkepentingan membentuk pasukan bersenjata untuk menghadapi serangan tentara Sekutu,” katanya.
Sebelum membentuk Peta, Jepang telah mengeluarkan peraturan tentang pembentukan pasukan pribumi Heiho pada 22 April 1943. Pasukan Heiho terutama bertugas di satuan artileri pertahanan udara, tank, artileri medan, mortir parit, dan sebagai pengemudi angkutan perang. Namun, Heiho ternyata tak memuaskan Jepang, yang ingin pasukan sepenuhnya terdiri dari orang pribumi, terpisah dari tentara Jepang.
Pemuda Heiho hanya menjadi pembantu prajurit Jepang. Tak satu pun di antara mereka menjadi perwira. Tangerang Seinen Dojo (pusat latihan pemuda Tangerang), yang mulai berlatih sejak Januari 1943, malah dianggap lebih berhasil.
Pemisahan tentara pribumi dengan tentara Jepang kemudian dilaksanakan di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa dengan nama Giyu-gun. Pengerahan rakyat pribumi untuk masuk tentara sukarela akhirnya terlaksana dengan pembentukan Peta.
Untuk menjadi calon perwira tentara Peta, Jepang mensyaratkan bakat kepemimpinan, jiwa dan fisik sehat, serta stabilitas mental. Seleksi dilakukan di ibu kota kabupaten (ken) atau kota madya (shi), yang kemudian dilanjutkan di ibu kota karesidenan (shu) untuk pemeriksaan kesehatan.
Seleksi dilakukan pada awal bulan Oktober 1943 dan hasilnya diumumkan dua minggu kemudian.
Angkatan kedua pendidikan Peta dimulai pada April 1944. Pendidikan untuk daidancho, kata Nina dalam bukunya, hanya dua bulan. Sedangkan untuk chudancho dan shudancho latihannya 3-4 bulan. Mereka berlatih di kompleks militer eks Belanda, 700 meter dari istana presiden di Bogor. Pusat latihan itu diberi nama Jawa Bo-ei Giyugyun Kanbu Renseitai, dibuka resmi pada 15 Oktober 1943.
Angkatan kedua pendidikan perwira Peta dilantik pada 10 Agustus 1944. Mereka diberi samurai dan disebar ke 55 daidan di daerah pantai selatan Jawa. Sebagai daidancho, Soedirman ditempatkan di Kroya, Jawa Tengah, didampingi shoko shidokan, perwira Jepang yang bertugas sebagai pengawas dan penasihat teknis kemiliteran, Letnan Fujita.
Setelah diangkat menjadi daidancho pada usia 26 tahun, Soedirman pulang ke rumah dan menceritakan kepada Alfiah ihwal penempatannya di Kroya. “Saya menjadi daidancho di sini (Cilacap),” kata Soedirman. Ujian pertama Soedirman dilalui pada 21 April 1945, saat pasukan Peta di bawah komando bundancho Kusaeri memberontak di Desa Gumilir, Cilacap.
Peristiwa itu berlangsung lima hari setelah vonis tentara Jepang terhadap pemberontakan Peta Blitar. Soedirman diperintahkan memadamkan pemberontakan Gumilir.
Dalam buku Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman, daidancho itu sebenarnya tahu gerakan Kusaeri. Sebab, beberapa hari sebelum bergerak, Kusaeri menemuinya di Cilacap. Soedirman meminta koleganya itu menunda gerakan. Kata dia, “Kita harus bergerak pada waktu yang tepat.”
TIM TEMPO
Berita lain:
Soedirman dan Keris Penolak Mortir
Soedirman, Kisah Asmara di Wiworo Tomo
Cerita Kesaktian Soedirman
Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas
Soedirman, Sang Jenderal Klenik