TEMPO.CO, Jakarta - Proses terpilihnya Soedirman sebagai Panglima Tentara Keamanan Rakyat ternyata melalui proses berliku. Rapat pemilihan di Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat di Gondokusuman, Yogyakarta, pada 12 November 1945 sempat memanas.
Kolonel Holland Iskandar, mantan pejabat Pembela Tanah Air (Peta), menginterupsi pemimpin sidang, Oerip Soemohardjo, meminta peserta rapat memilih pemimpin tertinggi Tentara Keamanan Rakyat yang baru dibentuk seminggu sebelumnya. Oerip, yang kala itu Kepala Staf Umum berpangkat letnan jenderal, kehilangan kendali atas pertemuan. Hari itu juga, Soedirman, yang berpangkat kolonel, terpilih menjadi Panglima Besar TKR.
Majalah Tempo, Senin 12 November 2012 menurunkan Laporan Khusus Jenderal Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas. Pertemuan sejarah pemilihan Soedirman ini, di antaranya, mengandalkan catatan dari A.H. Nasution dalam bukunya, TNI Jilid 1.
Menurut Nasution, sebenarnya hari itu Oerip mengundang semua wakil tentara dan laskar untuk membicarakan koordinasi dan strategi menghadapi kemungkinan agresi Belanda yang mendompleng tentara Sekutu. Namun, “Oerip terlihat tak bisa memimpin rapat. Dia susah menguasai jalannya pembicaraan,” tulis Nasution.
Didukung sebagian besar peserta rapat yang berlatar belakang eks Peta, Holland mengambil alih pimpinan sidang. Dia lalu meyakinkan peserta rapat bahwa TKR sangat membutuhkan seorang pemimpin atau Panglima Besar.
Nasution curiga pembelokan agenda pertemuan Gondokusuman itu sudah diatur. “Saya yakin mereka telah membicarakannya sebelum sidang. Holland Iskandar hanya sedang akting,” katanya sebagaimana dikutip dalam buku Profesor Salim Said, Genesis of Power.
Malah Didi Kartasasmita mendeskripsikan sidang berlangsung ala koboi. “Hampir semuanya pegang senjata. Gila, sebuah pertemuan revolusioner,” ujarnya kepada Salim Said.
Pemilihan berlangsung secara sangat sederhana. Nama-nama calon, di antaranya, Oerip, Soedirman, Amir Sjarifoeddin, dan Moeljadi Djojomartono dari Barisan Banteng, ditulis di papan tulis. Lalu panitia menyebutkan nama calon dan pendukungnya diminta mengacungkan tangan. Kalkulasi suara langsung ditulis di papan tulis.
Selain mendapat dukungan luas dari tentara eks Peta, Soedirman, yang saat itu baru 29 tahun, dipilih oleh utusan dari Sumatera, Kolonel Moh. Noch. Nasution mengatakan suara Moh. Noch, yang mewakili enam divisi di Sumatera, turut menjadi penentu kemenangan Soedirman dalam pemilihan.
TIM TEMPO
Berita terkait
Soedirman dan Keris Penolak Mortir
Soedirman, Kisah Asmara di Wiworo Tomo
Cerita Kesaktian Soedirman
Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas
Soedirman, Sang Jenderal Klenik
Soedirman Penganut Kejawen Sumarah