TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan sebagian gugatan sejumlah tokoh organisasi Islam terhadap Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dalam putusan bernomor 36/PUU-X/2012 itu, Mahkamah menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan UU Dasar 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Mahfud Md. saat membacakan amar putusan, Selasa, 13 November 2012.
Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dinilai bertentangan dengan UUD 1945. "Pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Mahfud.
Seluruh hal terkait badan pelaksana dalam penjelasan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juga dinilai bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas akan dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Sampai ada UU baru yang mengatur hal itu," kata Mahfud.
Dalam putusan ini, seorang hakim konstitusi memiliki pendapat berbeda. Hardjono menilai BP Migas konstitusional sehingga pasal terkait tidak perlu dihapus.
UU Migas digugat ke MK oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, bekas Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, Ketua Harian Majelis Ulama Indonesia Amidhan, dan sejumlah tokoh organisasi Islam lainnya. Mereka menganggap UU Migas pro-asing.
ISMA SAVITRI
Berita populer:
Alasan PPP Mau Calonkan Rhoma Irama Jadi Presiden
Di Mana Holly Petraeus Saat David Akui Selingkuh?
Djan Faridz Kuasai Rumah Pemda dengan Sewa Murah
Meff Mengaku Korban Salah Pukul Diego Michiels
Jokowi: Kartu Jakarta Sehat Tak Gratis