TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyatakan tender pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) terindikasi mengandung persekongkolan tender.
"Dari fakta persidangan, penilaian, dan analisis investigator selama persidangan, maka Majelis Komisi memutuskan bahwa terlapor I, terlapor II, terlapor III, terlapor IV, terlapor V, dan terlapor VI terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat", kata Ketua Majelis Komisi KPPU Sukarmi dalam pembacaan amar putusan di kantor KPPU, Selasa, 13 November 2012.
Sedikitnya ada enam pihak yang terkait proyek ini. Pihak terlapor pertama yakni panitia tender pengadaan e-KTP, terlapor II yaitu konsorsium PNRI, dan terlapor III yakni PT Astragraphia. Sedangkan terlapor IV atau PT Kwarsa Hexagon, terlapor V atau PT Trisakti Mustika Grafika, dan terlapor VI atau PT Sumber Cakung. Mereka sebelumnya diduga melakukan persekongkolan tender dengan cara mempermudah pemenang konsorsium memenangkan tender pengadaan e-KTP.
Meski menemukan adanya persaingan usaha tidak sehat berupa persekongkolan tender, Komisi Pengawas memutuskan terlapor IV, terlapor V, dan terlapor VI tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Ketiganya dianggap tidak ikut terlibat persekongkolan sehingga merugikan adanya pesaing lain yang mungkin dapat memenangkan tender," kata Sukarmi.
Namun, sebaliknya, terlapor II atau konsorsium PNRI diharuskan membayar denda sebesar Rp 20 miliar ke kas negara karena telah melakukan pelanggaran persaingan usaha. Sedangkan terlapor III atau PT Astragraphia diwajibkan membayar denda kepada kas negara sebesar Rp 4 miliar karena diputuskan melakukan pelanggaran yang sama.
Persekongkolan tender yang dimaksud dalam aturan itu adalah segala kegiatan dan hal-hal yang secara nyata dilakukan secara bersama-sama dan hal-hal yang diatur secara bersama-sama dengan kesepakatan bersama untuk memenangkan suatu tender.
Kuasa konsorsium PNRI, Jimmy Simanjuntak, menyatakan akan segera melakukan upaya hukum banding ke pengadilan negeri atas putusan tersebut. "Kami akan segera banding karena putusan ini tidak sesuai dengan fakta persidangan," kata Jimmy saat ditemui seusai pembacaan putusan.
Terlebih lagi, kata dia, dua dari lima majelis Komisi menyatakan dissenting opinion dalam amar putusan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa amar putusan itu lemah dan Majelis Komisi tidak cukup yakin dengan amar putusan tersebut.
RAFIKA AULIA
Berita Terpopuler:
Jokowi: Kartu Jakarta Sehat Tak Gratis
Di Mana Holly Petraeus Saat David Akui Selingkuh?
Begini Cara Bos CIA Sembunyikan E-mail ke Pacarnya
Jokowi Minta Rumah Susun Segera Dihuni
Disiapkan Rp 600 Miliar untuk Kampung Deret Jokowi
Kata Ibas Soal DPR Pemeras BUMN