TEMPO.CO, Jakarta - Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan, Bahrullah Akbar, mengakui adanya inefisiensi yang berdampak pada kerugian negara di Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas). "Inefesiensi ada yang berdampak kerugian negara, sama juga di PLN," kata Bahrullah kepada Tempo, Rabu, 14 November 2012.
Bahrullah enggan menjelaskan secara terperinci apa saja inefisiensi dan kerugian negara yang dimaksud. "Menyangkut data, harus divalidasi terlebih dahulu," katanya. Namun dia menyatakan BPK saat ini sudah melakukan audit kinerja lifting BP Migas dan sedang dalam tahap pemberian rekomendasi. "Empat kontraktor kerjasama migas sedang dalam tahap pemeriksaan," katanya.
Selasa kemarin, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan sejumlah tokoh organisasi Islam terhadap Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam putusan bernomor 36/PUU-X/2012 itu, Mahkamah menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
Seluruh hal terkait badan pelaksana dalam penjelasan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juga dinilai bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas akan dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sampai ada undang-undang baru yang mengatur.
Undang-Undang Migas digugat ke MK oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, bekas Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, Ketua Harian Majelis Ulama Indonesia Amidhan, dan sejumlah tokoh organisasi Islam lainnya. Mereka menganggap undang-undang tersebut pro-asing.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Baca juga:
Kepala BPMigas Sedih Banyak Digugat Ormas Islam
Mahfud Tantang Sudi Silalahi
Muslim Inggris Diminta Turut Rayakan Natal
Wanita di Tengah Skandal Seks Direktur CIA
Ola Pernah Minta Bantuan Ayin