TEMPO.CO, Sumenep - Bupati Kabupaten Sumenep KH Busyro Karim menilai masa tiga tahun Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) beroperasi sejak 10 Juni 2009 lalu, tidak ada perubahan yang dirasakan masyarakat di empat kabupaten di Madura, yakni mulai dari Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.
“Tidak ada pembangunan apa-apa. Hotelnya itu-itu saja, masih sama,” kata Busyro, Minggu, 18 November 2012.
Tidak tampaknya kemajuan dalam pembangunan infrasturktur di Madura, kata dia, menunjukkan tidak ada investasi yang masuk ke Madura. Kalaupun ada hanya investasi sekala kecil berupa pergudangan sementara produksi barangnya tetap dikerjakan di luar Madura.
Menurut Busyro, hingga kini tujuan utama pembangunan Jembatan Suramadu tidak tercapai yaitu mendatangkan banyak investasi ke Madura. Sebaliknya yang terjadi, sejak ada suramadu, orang Madura berbondong-bondong ke Surabaya untuk belanja. “Suramadu hanya memperlancar arus uang dari Madura ke Surabaya,” kata Busyro.
Menurut Busyro, kondisi ini disebabkan tidak maksimalnya Badan Pengelola Wilayah Suramadu (BPWS) melaksanakan wewenang yang sudah diberikan. Hal ini bisa dilihat dari belum ada pembangunan apa pun di wilayah kaki jembatan Suramadu sisi Bangkalan. “Apalagi orang yang duduk di BPWS tidak mengerti kultur orang Madura. Ini juga menghambat,” katanya.
Padahal, Busyro melanjutkan, Pemerintah Kabupaten Sumenep sudah menyiapkan diri untuk datangnya investasi. Seperti mempermudah seluruh bentuk perizinan bagi investor dengan membuat kantor pelayanan perizinan terpadu, dimana dengan lembaga ini, waktu perizinan yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan, kini bisa selesai dalam sepekan.
Sumenep yang merupakan kabupaten tertimur di pulau Madura, mempunyai banyak potensi sumber daya alam yang membutuhkan banyak sentuhan tangan investor. Mulai dari bidang pertanian, pariwisata juga sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi. “Kami terus promosikan apa yang kami punya untuk menarik investasi,” kata dia.
MUSTHOFA BISRI