TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Satuan Kerja Sementara Pelaku Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Jero Wacik, mengatakan renegoisasi kontrak gas Tangguh tetap berjalan meski Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) telah bertransformasi menjadi lembaga baru. "Renegosiasi kontrak, seperti di Tangguh, akan tetap berjalan seperti rencana semula," kata Jero dalam keterangannya kepada wartawan, Senin, 19 November 2012.
Jero beralasan, transformasi lembaga pelaksana industri hulu mugas bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, kata Jero, Indonesia pernah mengalami kejadian serupa ketika BP belum didirikan. "Pembubaran kali ini saya rasa tidak akan banyak mengubah rencana kerja yang telah dilakukan BP Migas," kata Jero.
Hal senada juga dikatakan oleh Deputi Perencanaan SKSP Migas, Widhyawan Prawiraatmadja. Renegoisasi Tangguh masih terus berlangsung dan tetap ditargetkan selesai pada akhir November ini.
"Saat BP Migas dibubarkan dan SKSP Migas belum terbentuk, renegosisasi kontrak Tangguh memang sempat berhenti selama beberapa hari," kata Widhyawan pada kesempatan yang sama.
Namun hal itu tidak akan mengubah target akhir masa renegoisasi. Ia menuturkan SKSP Migas bersama pemerintah terus menggenjot usaha renegoisasi tersebut.
Saat ini pihaknya masih memerinci apa saja yang harus dimasukkan dalam kontrak Tangguh yang baru. "Kesepakatan ini harus dihitung lebih terperinci dan saat ini kami masih memerinci hal itu," kata Whidyawan.
Adapun pemerinciannya, kata dia, misalnya mengenai berapa saja pendapatan negara dan investor dari Tangguh serta seberapa banyak pula bagian yang akan didapat oleh pemerintah daerah. "Semua ada penjabarannya dan kami masih melakukan itu," kata Widyawan.
Selasa, 13 November 2012 kemarin, Mahkamah Konstitusi memutuskan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dibubarkan. Putusan dengan Nomor 36/PUU-X/2012 ini mengabulkan sebagian dari gugatan pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas yang terdiri atas tokoh organisasi Islam. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan keberadaan BP Migas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.
RAFIKA AULIA