TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat perminyakan, Kurtubi, menilai Satuan Kerja Sementara Pelaku Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP Migas) tak akan banyak berbeda dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). “Satgas ini hanya namanya yang berbeda, akan tetap mewarisi kelemahan BP Migas,” kata Kurtubi ketika dihubungi di Jakarta, Senin, 19 November 2012.
Kelemahan pertama, Satgas ini tetap tak memiliki kewenangan untuk menjual atau membeli minyak dan gas. Mereka tetap harus menunjuk pihak ketiga untuk menjual atau membeli minyak. “Ini adalah kelemahan yang selama bertahun-tahun terjadi,” katanya.
Penunjukan pihak ketiga inilah yang sering kali membuat negara merugi karena penentuan harga tidak dilakukan langsung oleh BP Migas ataupun Satgas yang baru terbentuk ini.
Menurut Kurtubi, skenarionya akan berbeda jika Satgas baru ini memiliki kewenangan untuk menjual. “Migas bisa dijual sendiri dan tidak usah menunjuk pihak lain. Bisa melakukan kontrol biaya dengan efektif karena terlibat langsung,” katanya. Sering kali transaksi penjualan dilakukan oleh pihak ketiga, tidak mengakomodasi kepentingan negara.
Kelemahan kedua Satgas pengganti BP Migas ini adalah lembaga pemerintah yang nantinya terlibat dalam kontrak dengan mitra. Jika dalam sengketa hukum Satgas ini melawan partner kontrak dan dinyatakan kalah, seluruh aset negara akan disita karena Satgas ini merupakan lembaga pemerintah. Hal ini sudah tentu merugikan negara.
Ketiga, terkait cost recovery. Kurtubi melihat absennya dewan komisaris untuk melakukan fungsi pengawasan di dalam tubuh BP Migas dan Satgas penggantinya akan terus menjadi kelemahan sistematis di lembaga ini. “Karena tidak ada pengawas, cost recovery tidak akan diawasi. Padahal cost recovery melibatkan perusahaan-perusahaan besar,” katanya.
ANANDA W. TERESIA