TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Pelayaran besok akan menggelar sidang kedua kasus kecelakaan yang melibatkan Kapal Motor (KM) Bahuga Jaya dengan kapal tanker berbendera Singapura, Norgas Cathinka. Sidang kedua yang dilaksanakan pada Kamis, 22 November 2012, tersebut akan menghadirkan pihak Bahuga Jaya.
"Sidang dimulai jam 9 pagi," kata Ketua Mahkamah Pelayaran Boedhi Setiadjid melalui pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 21 November 2012.
Sidang perdana kemarin menghadirkan empat orang dari Norgas Cathinka. Keempat orang itu adalah nakhoda sebagai tersangkut atau orang yang diperiksa; mualim, yang juga menjadi tersangkut; masinis; dan kelasi. Masinis dan kelasi tersebut dihadirkan sebagai saksi.
Persidangan akan dilaksanakan tiga kali sebelum vonis dibacakan. Ketiga sidang digelar pada 20 November, 22 November, serta 27 November 2012. Sedangkan putusan sidang akan dibacakan pada 11 Desember mendatang.
Mahkamah Pelayaran menyatakan ada dua pihak yang ditetapkan tersangkut dalam kecelakaan Kapal Motor (KM) Bahuga Jaya dan kapal tanker berbendera Singapura, Norgas Cathinka, pada September silam. "Kami menetapkan tersangkutnya adalah nakhoda Norgas Cathinka dan nakhoda Bahuga jaya," ujar Boedhi.
Ia menjelaskan, yang dimaksud tersangkut adalah nakhoda atau pemimpin kapal, dan atau perwira kapal yang diduga melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi kepelautan, yang menyebabkan kecelakaan kapal.
Pada vonis tanggal 11 Desember mendatang, Mahkamah Pelayaran akan memutuskan pihak yang bersalah dan harus bertanggung jawab dalam kecelakaan itu. Selain Mahkamah Pelayaran, kepolisian pun melakukan proses hukum terhadap kecelakaan yang terjadi di perairan Selat Sunda itu.
Boedhi menuturkan, kepolisian menggunakan ketentuan dalam Pasal 359 dan Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam penanganan kasus kecelakaan itu. "Pasal-pasal itu menyebutkan, barang siapa karena kelalaian atau kealpaannya menyebabkan kematian, maka dia dipidana dengan penjara sekian lama," kata Boedhi.
Namun, untuk bisa menguraikan hal-hal yang menjadi kelalaian dan kealpaan, polisi akan menggunakan putusan Mahkamah Pelayaran. Selain kepolisian, kata Boedhi, proses klaim perdata juga menunggu putusan Mahkamah Pelayaran untuk memberikan uraian. "Karena ini kalau bahasa hukumnya kan lex specialis derogat lex generalis, artinya, yang khusus mengalahkan yang umum," katanya.
MARIA YUNIAR