TEMPO.CO, Jakarta - Bentuk lembaga yang mewakili negara dalam kontrak pengelolaan minyak dan gas bumi perlu menjadi salah satu poin dalam revisi UU Migas. Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan pemegang kuasa pertambangan menjadi satu hal penting yang bisa mempengaruhi kelanjutan pengelolaan migas.
Marwan menuturkan idealnya pemerintah diwakili oleh badan usaha milik negara (BUMN) saat meneken kontrak dengan kontraktor migas. Dengan demikian, negara masih memiliki hak pengusahaan lewat BUMN, yang selama ini tidak bisa dilakukan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
"Aset cadangan minyak dan gas bumi ini kalau dipegang BUMN bisa untuk mendongkrak kemampuan ekonomi Pertamina," kata Marwan ketika dihubungi Tempo, Jumat, 23 November 2012.
Marwan mencontohkan kasus Freeport McMoran, yang mendapatkan dana dari penawaran saham perdana. Padahal, aset yang ditawarkan dalam penawaran saham itu adalah cadangan emas yang berada di Indonesia dan seharusnya menjadi kekayaan alam Indonesia.
Dengan demikian, ujar Marwan, Pertamina atau BUMN yang ditugasi sebagai pengelola hulu bisa mencari modal untuk mengembangkan industri migas di Indonesia. Kondisi ini, menurut Marwan bukan berarti menutup investasi asing. "Bisa saja mencari rekanan kontraktor asing, tetapi hak ekonomi tetap ada di tangan BUMN," kata dia. Model ini sudah dilakukan di beberapa negara, seperti Saudi Arabia dan Iran. Selain itu, penguasaan kepada BUMN menyebabkan negara terlibat dalam pengelolaan migas di Indonesia.
Adapun selama ini, badan pelaksana hanya berfungsi sebagai pengawas dan pengendali produksi migas tapi tidak terlibat langsung dalam mengelola. Jika dilakukan oleh badan usaha, negara ikut mengelola sumber daya lewat BUMN. "Misalnya pada kasus Lapindo, ketika itu BP Migas tidak punya kemampuan teknis. Sedangkan jika di bawah Pertamina, mereka punya kemampuan teknis. Sehingga jika ada kesalahan atau gangguan bisa langsung ikut turun tangan mengatasi," kata Marwan.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini mengatakan, jika pengelolaan lewat BHMN, pendapatan negara dari sektor migas langsung masuk ke kas negara. Sedangkan jika lewat BUMN, pendapatan negara dari migas dipotong dulu untuk membayar jasa Pertamina dan mendapat dividen dari pendapatan BUMN. "Memang bisa memajukan BUMN-nya, tetapi negara ini bagaimana?" ujarnya.
Ketua Komisi Energi DPR RI Sutan Bhatoegana mengatakan saat ini DPR masih membahas rancangan revisi UU Migas. Sudah ada usulan untuk membentuk badan usaha hulu migas di bawah Kementerian ESDM. "Ada yang mengusulkan dibentuk badan usaha hulu migas spesifik, tapi di bawah Menteri ESDM. Seperti Kemenkeu dengan PIP itu. Tapi belum final," katanya.
BERNADETTE CHRISTINA