TEMPO.CO, Bandung - Perusahaan aplikasi mobile developer, GITS Indonesia, kembali memperkenalkan produk terbaru untuk diaplikasikan pada smartphone, yaitu Toast. Program ini digunakan sebagai alat pencari sekaligus referensi kuliner se-Indonesia.
“Kami menyediakan ragam aplikasi termasuk untuk dunia kuliner, maka dari itu kami merintis Toast,” kata Deni Rohimat, programmer PT GITS Indonesia, dalam seminar bertajuk Creative Create Android yang diselenggarakan oleh mahasiswa Teknik Elektro UIN Sunan Gunung Djati pada Senin, 26 November 2012.
Menurut dia, para pengguna smartphone, khususnya Android, yang telah memiliki aplikasi Toast akan dimanjakan dengan kemudahan informasi lengkap dan terbaru seputar tempat-tempat makan, jenis makanan, daftar harga, dan lokasi. Dengan begitu, para Torians—sebutan untuk para pengguna Toresto—tidak akan merasa bosan atau bingung ketika akan memutuskan akan makan siang atau makan malam di mana. “Aplikasi Toresto yang juga terintegrasi dengan peta dan GPS,” kata Deni.
Hingga kini, perusahaan yang berfokus pada penciptaan alat pemasaran mobile, seperti mobile web dan aplikasi mobile ini telah membuat sedikitnya 27 program aplikasi yang bertujuan memudahkan penggunanya untuk beraktivitas.
“Kami berfokus pada platform Android, sekarang kami mengambil tantangan untuk membuat aplikasi besar pada Symbian, Harmattan, iOS, Windows Phone 7, dan Blackberry juga,” ujar Deni.
Menurut dia, developer di Indonesia sudah bagus dari segi kualitas. Ini terbukti dengan fakta bahwa satu aplikasi berbayar buatan Indonesia bisa menjaring 100 juta downloader di seluruh dunia. Namun, sumber daya manusianya masih belum kelihatan diakibatkan minim penyaluran.
“Cukup banyak developer di Indonesia, tapi minim penyalurannya. Makanya, kita nggak harus punya akun sendiri, produk aplikasi yang telah kita buat bisa di titipkan ke teman, atau di-upload ke fleksi market, bisa juga titip ke teman untuk dipasarkan ke perusahaan,” katanya.
Dari segi materi, Deni melanjutkan, menjadi developer memiliki banyak keuntungan. Ia mencontohkan, sebuah proyek aplikasi bisa mencapai 30-50 juta. Dia berharap muncul para developer baru dari tangan-tangan mahasiswa yang menciptakan produk aplikasi smartphone yang lebih inovatif.
Hal senada diungkapkan oleh Aan Eko Setiawan selaku ketua pelaksana seminar. Ia dan rekan-rekan panitia lainnya berupaya untuk mengajak mahasiswa dan umum mengetahui perkembangan teknologi, khususnya Android.”Mahasiswa harus tahu dan memaksimalkan android, kita tak boleh hanya sekadar jadi pengguna,” katanya.
SONIA FITRI