TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan memprediksi nilai ekspor Indonesia pada 2012 ini akan menurun 5-7 persen. Penyebabnya adalah penurunan harga berbagai komoditas ekspor unggulan, seperti minyak mentah (CPO), karet, dan batu bara.
Menurut Gita, sekitar 65 persen ekspor Indonesia tergantung pada berbagai komoditas yang merupakan hasil alam. “Padahal, koreksi harga berbagai komoditas itu 30-40 persen,” katanya, saat ditemui di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu, 28 November 2013.
Gita kemudian membuat perhitungan sederhana. Nilai ekspor Indonesia tahun lalu adalah US $ 200 miliar. Jika 65 persen dari jumlah itu adalah ekspor komoditas, US $ 130 miliar di antaranya adalah produk ekspor non-industri.
“Dengan hanya memperhitungkan koreksi harga berbagai komoditas alami yang mencapai 30 hingga 40 persen, seharusnya nilai ekspor Indonesia bisa menurun antara US $ 40 miliar hingga US $ 50 miliar.”
Melihat kondisi dari Januari hingga Oktober lalu, Gita memperkirakan nilai ekspor Indonesia hanya akan menurun sekitar US $ 10 miliar. “Ini menunjukkan pengusaha kita begitu gigih mengantisipasi koreksi harga dengan menambah volume ekspor,” Gita mengatakan.
Ke depan, Gita berharap Indonesia dapat meningkatkan ekspor produk-produk hasil industri. “Saya lihat sudah ada tanda-tanda menuju ke sana,” katanya.
Pertanda baik itu, menurutnya, tampak dari meningkatnya impor Indonesia untuk bahan baku dan bahan pembantu industri yang mencapai 20 persen. Sementara, di lain pihak, impor barang konsumsi hanya naik sebesar 0,6 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Gita menambahkan, kenaikan impor bahan baku dan pendukung produksi ini akan mulai tampak pada peningkatan ekspor barang-barang industri tahun depan. Saat itu terjadi, tinggal dilihat, apakah pasar siap menyerapnya atau tidak.
Gita sendiri mengaku pesimistis pada kondisi ekonomi Eropa yang menurutnya belum akan pulih dalam waktu dekat. “Kalau tidak ada permintaan ya terpaksa, produknya kita serap sendiri,” ucapnya.
Gita mengakui peningkatan impor itu akan tetap membebani neraca pembayaran. Tapi ia memperhitungkan, defisit neraca pembayaran tahun ini masih di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). “Artinya masih manageable.”
PINGIT ARIA
Berita Terpopuler:
Ini Curhat Bekas Penyidik KPK tentang Abraham Samad
Marzuki Alie Lapor Menlu, Dubes di Jerman Santai
Jokowi: Saya Selesai, MRT Selesai
Surat Pengunduran Diri Penyidik Hendy Puji KPK
Misteri Otak Saat Koma Mulai Terkuak