TEMPO.CO, Jakarta - Berkembangnya layanan digital dalam berbagai sektor usaha membuat sejumlah perusahaan data center mendongkrak kapasitasnya. Biznet, misalnya, menggelontorkan US$ 50 juta (sekitar Rp 475 miliar) pada tahun ini untuk membangun gedung data center dan layanan jaringan fiber optic di kawasan Technovillage di Cibubur.
Menurut Adi Kusma, Presiden Direktur Biznet, sejumlah layanan data center di Tanah Air sudah cukup mumpuni untuk melayani kebutuhan perusahaan luar yang menaruh server.
Pemerintah, misalnya, telah meminta perusahaan asal Kanada, Research in Motion, menaruh server di sini untuk melindungi data pengguna layanan BlackBerry Messenger asal Indonesia. Namun, hingga kini, permintaan itu belum terpenuhi.
“Data center di Indonesia sangat siap. Mereka yang bilang enggak siap itu bohong. Mereka enggak mau taruh di sini,” kata Adi. Berikut ini petikan wawancara wartawan Tempo, Erwin Zachri dan Budi Riza, dengan Adi Kusma:
Siapa saja pemain utama bisnis data center?
Pemain utamanya adalah Indosat, Telkomsigma, CSF, IDC di Duren Tiga, serta Cyber dan Biznet. Data center sebuah perusahaan biasanya ada di dalam kota dan luar kota. Kalau dalam kota biasanya untuk melindungi sistem utama. Kalau backup, menurut peraturannya, minimum berada 30 kilometer dari titik server-nya. Karena kalau ada disaster, tapi ruangan bersebelahan, bagaimana? Perlu ada jarak.
Baca Juga:
Bagaimana peta persaingannya?
Yang terbesar Telkomsigma, lalu Biznet, dan IDC Indonesia.
Seperti apa bisnis data center?
Data center banyak pilihannya, mau hanya jual ruangan, power (listrik), dan cooling (pendingin). Itu basic-nya. Tapi ada tambahan fasilitas seperti hosting dan managed service (pengelolaan). Kalau space banyak orang bisa sediakan, tapi kalau managed service itu masalah skill. Kadang-kadang ruangan dengan managed service lebih besar biayanya karena harus menaruh orang.
Siapa pemain dominan di bidang managed service?
Managed service yang paling dominan Telkomsigma karena mereka yang memiliki aplikasi core banking. Kita enggak punya aplikasi core banking. Sigma punya developer. Kalau ada masalah dia yang perbaiki.
Bagaimana dengan Biznet?
Kalau Biznet melayani bisnis bidang manufacturing dan perbankan yang lebih besar. Mereka taruh mainframe. Kita sediakan ruangan dan jaringan antarcabang dengan fiber optic. Per Desember ini, Biznet memiliki jaringan fiber optic 5.000 kilometer di 17 kota.
Siapa saja klien utama Anda?
Klien terbanyak perbankan asing. Untuk perbankan lokal, biasanya untuk back-up system karena kebanyakan primary server (mereka ada) di kantor pusat.
Apa alasan orang menggunakan data center?
Karena bandwith-nya (Internet) lebih murah dan karena domestiknya kita buka semua. Kedua listriknya lebih andal. Sumber utama listrik adalah PLN, genset-nya hanya backup, UPS (baterai) di tengah untuk mengisi kekosongan agar listrik tidak mati total.
Bagaimana kesiapan bisnis data center menghadapi PP 82/2012?
Data center kita sangat siap. Mereka (perusahaan asing) yang bilang (kita) enggak siap itu bohong. Mereka enggak mau taruh sini. Mereka tidak mau ada forensik itu. Itu konten-konten asing.
Bagaimana masa depan bisnis ini?
Jika bisnis (makin) berkembang, (maka) makin perlu data center.
Berapa investasi yang telah Anda keluarkan?
Investasi awal US$ 5 juta (sekitar Rp 48 miliar) pada tahun 2000. Itu duit keluarga. Waktu itu belum ada yang bisnis data center. Kita per tahun sekarang investasi US$ 50 juta untuk data center dan jaringan. Ini bisnis padat modal, padat otak. Duitnya kita putar lagi. Payback period untuk data center adalah 7-8 tahun.