TEMPO.CO, Malang - Pabrik rokok kecil kelimpungan akibat kenaikan harga cengkeh yang saat ini telah mencapai Rp 120 ribu per kilogram. "Pabrik rokok kecil merugi, sebagian terancam gulung tikar," kata Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto, Senin, 7 Januari 2013.
Menurut Heri, kenaikan harga cengkeh sudah terjadi sejak Agustus 2012. Sedangkan permintaan dari produsen rokok tetap sebelumnya masih berkisar Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu per kilogram. Adapun kemampuan pabrik rokok, terutama pabrik kelas kecil, terhadap harga cengkeh yang bisa dibelinya sebesar Rp 70 ribu per kilogram.
Kenaikan harga cengkeh disebabkan curah hujan tinggi di daerah-daerah yang menjadi sentra tanaman cengkeh. Produksi cengkeh pun anjlok. Padahal kebutuhan pabrik rokok terhadap cengkeh sebagai komponen bahan baku tidak berubah.
Heri menjelaskan bahwa pabrik rokok kecil menghadapi dilema yang amat berat. Selain modal yang pas-pasan, mereka juga tidak bisa sembarangan menaikkan harga jual rokoknya. Padahal cengkeh merupakan komponen bahan baku produksi yang sangat dibutuhkan.
Secara umum, dipaparkan oleh Heri, kretek filter membutuhkan cengkeh sebesar 18-20 persen dari seluruh komponen bahan baku produksi dan kretek nonfilter 30-40 persen. Sedangkan harga jual rokok kretek nonfilter yang umumnya diproduksi pabrik rokok kecil berkisar Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per bungkus.
”Pabrik rokok kecil juga harus menghadapi persaingan dengan pabrik rokok besar yang bisa leluasa menaikkan harga,” ujar Heri.
Heri menegaskan, jika pemerintah tidak ikut turun tangan mengatasinya, sekitar 1.500 pabrik rokok kecil yang masih tersisa saat ini satu per satu akan rontok. Jumlah pabrik rokok kecil, kata Heri, terus berkurang. Pada 2009, masih berjumlah 2.500 pabrik. Saat ini menyusut menjadi sekitar 1.500 perusahaan. Banyak pabrik rokok kecil yang rontok akibat harga cengkeh yang melambung hingga Rp 250 ribu per kilogram pada 2011 lalu.
EKO WIDIANTO