TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan fenomena defisit neraca perdagangan Indonesia yang baru terulang lagi sejak tahun 1961 ini harus ditanggapi dengan serius. Menurut dia, ke depan pemerintah tak hanya melihat faktor eksternal sebagai alasan defisit neraca perdagangan, melainkan juga secara internal. "Betul-betul kita harus jaga produktivitas dan perbaikan aktivitas ekspor-impor kita," ucapnya singkat, Selasa, 8 Januari 2013.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan RI pada Januari hingga November 2012 tercatat mengalami defisit sebesar 1,33 miliar dolar AS. Defisit tersebut terjadi akibat penurunan ekspor November sebesar 16,44 miliar dolar AS atau menurun 4,6 persen dibanding periode yang sama tahun 2011 sebesar 16,92 miliar dolar AS. Adapun impor pada November 2012 sebesar 16,92 miliar dolar AS atau meningkat 9,92 persen dari periode sebelumnya sebesar 15,3 miliar dolar AS.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Achsanul Qosasi mengatakan, untuk mengatasi defisit neraca perdagangan akibat penurunan ekspor, pemerintah diminta untuk membuka pasar baru. Pada 2013 ini, pemerintah tidak harus mengekspor ke Eropa saja, melainkan menyasar pasar ekspor di Amerika Latin dan Afrika. "Atasi penurunan ekspor ya dengan menambah pasar baru, tapi jangan di Eropa lagi," katanya.
Peningkatan konsumsi domestik, menurut Achsanul, juga masih bisa diandalkan pada 2013 untuk meningkatkan neraca perdagangan Indonesia. "Dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen tahun 2012 itu, 4 sampai 5 persen itu didorong oleh konsumsi domestik," ujarnya.
Selain itu, pemerintah disarankan untuk memberikan insensif fiskal bagi para investor yang akan menanamkan modal di Indonesia. Terutama bagi investor yang berinvestasi dengan nilai investasi sebesar Rp 1 triliun dan mampu menyerap 1.000 orang tenaga kerja. "Misalnya, pengurangan pajak," kata
Dia menambahkan, investor juga seringkali mengeluhkan iklim investasi Indonesia yang belum ramah perizinan. "Investor mengeluh banyak perizinan yang terlambat digolkan. Jadi, perizinan juga harus diperketat," ujarnya. "Akibatnya, perusahaan memilih untuk pindah. Contohnya Nike yang akan memindahkan pabriknya ke Vietnam."
Ini dinilai berbahaya karena jika dilihat pada 2011, neraca perdagangan Indonesia berhasil suprlus pada periode November sebesar 1,53 miliar dolar AS. Adapun neraca perdagangan pada November 2012 justru mengalami defisit sebesar 478,4 juta dolar AS. "Ini hampir tergerus hingga 100 persen," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI