TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia akan menggunakan kebijakan suku bunga jika depresiasi nilai tukar rupiah terlalu dalam sehingga mengganggu inflasi. "Apabila depresiasi berlebihan dan berkepanjangan kami akan bisa bereaksi kepada interest policy. Kalau itu sudah mengganggu inflasi," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A. Sarwono, Kamis, 10 Januari 2013.
Hari ini, Rapat Dewan Gubernur BI menetapkan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen. Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014 sebesar 3,5 hingga 5,5 persen.
Adapun nilai tukar rupiah tercatat melemah cukup pada awal tahun ini. Menurut data kurs tengah BI sepekan ini, rupiah bergerak di atas 9.700 per dolar AS. Dibuka di level Rp 9.738 pada Senin pekan ini, rupiah bertengger di level 9.740 per dolar AS selama dua hari pada Selasa dan Rabu, sebelum menguat sedikit ke level 9.715 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Hingga hari ini, BI belum melihat dampak depresiasi rupiah terhadap inflasi. Adapun dari segi supply demand valas, Hartadi menjelaskan, meski terganggu lantaran transaksi ekspor-impor masih defisit, hal tersebut masih bisa tertutup oleh surplus pada transaksi modal dan finansial.
Sejauh ini, pihaknya tetap mengintervensi rupiah di pasar untuk menjaganya agar stabil. Pelemahan rupiah belakangan ini tak cukup nyaman untuk BI. "Ya gimana ya kalau depresiasi terlalu besar begini, kami masuk ke pasarnya juga besar," katanya.
Baca Juga:
Meski begitu, Hartadi meyakinkan cadangan devisa masih cukup untuk BI melakukan intervensi. Hingga akhir Desember 2012, cadangan devisa mencapai US$ 112,78 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Nilai tukar rupiah ke depan, kata Hartadi, juga masih mendapat tantangan dari segi eksternal, yakni kebijakan ekonomi Amerika Serikat. "Fiscal cliff memang sudah lewat, tapi kita tak tahu implementasinya seperti apa. Perombakan kabinet AS juga masih ditunggu pasar. Ketidakpastian itu mungkin akan memberi dampak terhadap pelemahan nilai tukar," ujarnya.
Jika sentimen negatif terhadap ekonomi AS memudar, ia yakin nilai tukar tak akan melonjak seperti beberapa waktu belakangan ini. "Kami akan monitor terus perkembangannya. Karena ini masalah eksternal. Mudah-mudahan cepat kita dengar komentar Menteri Keuangan AS yang baru," tuturnya.
MARTHA THERTINA