TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) meminta pemerintah segera membuka keran ekspor 14 barang tambang mineral utama, termasuk nikel. "Mahkamah Agung sudah membatalkan peraturan yang melarang itu, tapi sampai sekarang masih stagnan," kata Ketua Umum ANI, Shelby Ihsan Saleh, Kamis, 10 Januari 2013.
Shelby menyatakan, pada 12 September 2012 lalu, Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan nomor 39/P.PTS/XII/2012/09 P/HUM/2012 yang memenangkan ANI dalam permohonan uji materiil terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengelolaan dan pemurnian mineral.
Sebanyak empat pasal dalam peraturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Di antaranya Pasal 8 ayat 2 yang dinilai cacat hukum karena menyalahi UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan UU No 4 Tahun 2009. Dalam UU Otonomi Daerah, menurut Shelby, kewenangan perizinan pengelolaan sumber daya alam ada di tangan pemda, bukan pemerintah pusat melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM.
Selain itu, Pasal 9 ayat 3 serta Pasal 10 ayat 1 dan 2, juga Pasal 21 Permen ESDM No 7 Tahun 2012 juga dibatalkan demi hukum oleh Mahkamah Agung. Artinya, setelah perusahaan tambang memperoleh izin dari pemerintah daerah, ekspor barang tambang mentah diperbolehkan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 masih memperbolehkan ekspor mineral mentah hingga 2014.
Shelby menyebut, sejak ada larangan ekspor tersebut diberlakukan sejak Mei lalu, ada sekitar 100 perusahaan tambang nikel yang kolaps di berbagai daerah. Kerugian ditaksir sekitar Rp 6,5 triliun. Kerugian itu didapat melalui pembangunan infrastruktur di kawasan tambang, seperti jalan dan jembatan. Selain itu, juga ada pembelian berbagai sarana penunjang tambang, seperti truk dan alat berat, gaji pekerja pun terus keluar, sementara pengiriman nikel berhenti.
Pemerintah sebenarnya telah berusaha merevisi Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tersebut dengan mengeluarkan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2012. Intinya, ekspor mineral mentah masih diperbolehkan dengan izin Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, pun dengan kuota. Namun, kata Shelby, keputusan MA ini secara otomatis telah membatalkan aturan ini. Artinya, revisi Peraturan Menteri ESDM ini gugur dengan sendirinya
Shelby juga menyatakan, pada prinsipnya, asosiasi nikel mendukung hilirisasi industri nikel seperti yang dimaksudkan oleh Kementerian ESDM saat mengeluarkan Peraturan tersebut. Buktinya, saat ini, 30 perusahaan tambang tengah membangun smelter. Mereka juga telah bicara dengan PT PLN untuk memasok 1700 mega watt listrik untuk mereka. "Tapi ini semua perlu waktu," ujarnya.
Untuk itu, Shelbi berencana menggandeng Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Mereka berencana membawa salinan putusan Mahkamah Agung pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Besok kami akan membawa bukti putusan itu," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri, Riset dan Teknologi Bambang Sujagad
Di lain pihak, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin Indonesia, Natsir Mansyur, mengatakan bahwa Peraturan Menteri ESDM 7/2012 dikeluarkan tanpa dibicarakan dengan dunia usaha sehingga menimbulkan penolakan hingga tuntutan hukum yang akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung tersebut.
Ke depan, menurut dia, perlu dibentuk tim nasional untuk mengatur tata niaga mineral, termasuk bila memang diperlukan kuota ekspor mineral mentah. "Tapi kita-kita dunia usaha ini jangan ditinggal," ujarnya.
PINGIT ARIA