TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah untuk membangun enam ruas jalan tol di Jakarta menuai kritik dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Dewan menilai persoalan utama kemacetan di Jakarta bukan pada kurangnya rasio jalan, melainkan pada tidak memadainya fasilitas transportasi umum.
"Untuk mengurai kemacetan, Pemerintah DKI Jakarta hanya perlu membenahi transportasi umum," kata Ketua DTKJ Azas Tigor Nainggolan, Jumat, 11 Januari 2013.
Pembangunan ruas jalan tol itu dianggap hanya akan memanjakan pemilik kendaraan pribadi. Meski nantinya jalan tol layang itu nanti akan mengakomodasi angkutan, langkah itu juga tidak efektif dan terkesan hanya untuk meredam protes terhadap kebijakan yang tak pro-transportasi umum tersebut.
Begitu juga mengenai rencana penerapan halte di atas jalan layang. "Itu tidak bisa diterima akal sehat," katanya. Pasalnya, keberadaan halte itu nanti tidak akan berfungsi optimal karena letaknya yang susah dan tidak strategis. "Percuma, siapa (penumpang) yang mau naik di jalan layang," ujarnya, Jumat, 11 Januari 2013.
Rabu, 9 Januari lalu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memutuskan untuk melanjutkan proyek enam ruas jalan tol. Persetujuan itu diberikan setelah ia menemui Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Namun, dalam proyek tersebut, ia mengajukan syarat agar jalan tol tersebut bisa dilalui angkutan umum dan memiliki halte angkutan umum.
M. ANDI PERDANA