TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia mengajukan 10 usulan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Sepuluh usulan ini diharapkan mampu memperbaiki dan mengembangkan industri asuransi umum di tangan Otoritas.
"Dengan beralihnya fungsi dan tugas Bapepam-LK ke OJK, 10 usulan ini kami harap dapat mendukung kemajuan industri asuransi umum di Indonesia," kata Ketua Umum AAUI, Kornelius Simanjuntak dalam konferensi pers di kantornya pada Jumat, 11 Januari 2013.
Usulan pertama, Kornelius mengatakan agar Otoritas secepatnya mengundang Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), Persatuan Aktuaris Indonesia, dan Asosiasi Perasuransian untuk merumuskan petunjuk pedoman penyusunan laporan keuangan. "Saat ini, ada perusahaan yang terlanjur melaporkan keuangan sesuai ketentuan International Financial Reporting Standar mempertanyakan, apakah harus memperbaiki ulang sesuai standar DSAK," ujarnya.
Kedua, Kornelius meminta OJK bisa ikut serta membahas pasal-pasal yang diusulkan untuk direvisi dalam UU Asuransi. "Contohnya mengenai pasal kepemilikan asing dan lokal itu. Juga terkait pendirian perusahaan reasuransi," kata dia.
Usulan ketiga adalah penundaan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan dan empat Peraturan Ketua Bapepam-LK. Kornelis minta agar semua aturan itu diterbitkan oleh OJK selaku regulator industri jasa keuangan yang baru.
Adapun, usulan keempat: Asosiasi minta besaran pungutan OJK diturunkan. "Pertimbangannya, APBN seharusnya tetap membiayai sebagian operasional OJK," ujarnya.
Usulan kelima yakni OJK segera menetapkan data statistik asuransi dan tarif asuransi. Terutama untuk mengolah statistik dan profil risiko dari setiap industri asuransi. Asosiasi juga mengusulkan pembentukan lembaga independen statistik asuransi seperti yang dilakukan negara lain.
Keenam, OJK diminta untuk menerbitkan regulasi yang terintegrasi untuk perbankan dan lembaga pembiayaan. Ketujuh, Asosiasi mengusulkan agar fit dan proper tes direksi dan komisaris perusahaan asuransi cukup berdasarkan penelusuran kinerja kandidat berdasarkan dokumen. "Agar lebih cepat, jadi kalau kinerjanya sudah jelas, pertanyaan teknis tak perlu ditanyakan lagi," ujar Kornelis.
Kedelapan, OJK diminta untuk mengevaluasi Peraturan Menteri Keuangan No. 74 tentang kendaraan bermotor dan Peraturan Menteri Keuangan No. 124 tentang Surety Bond. Alasannya, beleid ini sudah diterbitkan sejak sebelum OJK bertugas.
Kesembilan, OJK diminta mendirikan perusahaan reasuransi untuk menekan defisit transaksi pembayaran asuransi ke luar negeri. "Perusahaan ini tetap didukung oleh pemerintah bekerja sama dengan industri asuransi," ujarnya.
Usulan terakhir adalah evaluasi atas asuransi bagi para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. "Selama ini, pemberian asuransi bagi para TKI belum seperti yang diharapkan," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI