TEMPO.CO, Semarang - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengancam akan boikot pajak karena kecewa terhadap kebijakan terbitnya peraturan pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
“Peraturan itu akan menghancurkan kehidupan petani tembakau,” ujar Ketua Umum APTI, Nurtantio Wisnu Brata, kepada Tempo, Ahad, 13 Januari 2013.
Menurut dia, boikot pajak ini merupakan pembangkangan politik dari petani terhadap pemerintah yang dinilai tak melindungi mereka. Ancaman itu sudah mulai dibuktikan dengan pembakaran surat pajak pendapatan saat menggelar protes di Temanggung Sabtu pekan lalu.
Menurut dia, peraturan itu berdampak pada produksi tembakau di Indonesia, karena ada beberapa pasal yang memberatkan petani tembakau dalam negeri. “Yang memberatkan ini aturan soal standarisasi, tata niaga, diversifikasi produk dan kegiatan promosi,” ujar Nurtantio.
Dia menunjuk pasal 10 peraturan itu yang menyebutkan produk tembakau berupa rokok harus melakukan pengujian kandungan kadar nikotin dan tar per batang untuk setiap varian yang diproduksi. “Lebih berat lagi pada pasal berikutnya mengamanatkan pengujian di laboratorium yang sudah terakreditasi,” katanya.
Nurtantio menilai implementasi aturan itu membuka peluang produk tembakau impor membanjiri pasar dalam negeri, karena tembakau asing lebih bisa memenuhi standarisasi aturan itu. "Tembakau lokal akan tertekan oleh tembakau impor," katanya.
Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Tegoeh Wienarso membantah penilaian Nurtantio. Menurut dia, peraturan itu tak merugikan petani tembakau. “Tak ada satu pasal pun yang melarang petani menanam tembakau,” ujar Tegoeh. Dia siap berdialog dengan petani tembakau untuk menyatukan persepsi agar tak salah paham dalam menganalisa produk hukum.
Tegoeh juga membantah aturan itu mementingkan tembakau import. “Ini persoalan selera konsumen, pabrik (rokok) yang menentukan produknya,” katanya.
EDI FAISOL