TEMPO.CO, Jakarta - Di saat orang tua dan murid berharap ada sekolah gratis, belasan Komite Sekolah yang notabene anggotanya adalah orang tua murid dari berbagai SMA dan SMK di Bandung, justru menolak sekolah gratis. Alasannya, Komite Sekolah masih memerlukan pungutan dari orang tua siswa agar kualitas pendidikan di sekolahnya tidak turun.
Sebanyak enam perwakilan Komite Sekolah di Bandung seperti dari SMA 1, SMA 12, SMK 6, serta SMA 1 Kota Bekasi, hari ini, menemui Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyudin Zarkasi di kantornya. Mereka meminta kejelasan soal berita sekolah gratis di SMA dan SMK di Jawa Barat mulai 2013 ini. "Kalau benar-benar digratiskan, sekolah kami bisa nggak jalan," kata Ketua Komite SMK 6 Bandung, Muhammad Husni Thamrin, Senin, 14 Januari 2013.
Selama ini, kata dia, sekolah mengandalkan uang pangkal atau Dana Sumbangan Pendidikan serta iuran SPP bulanan dari orang tua murid. Uang pangkal dipatok Rp 2,5 juta, sedangkan SPP berkisar Rp 100 ribu sampai 115 ribu per bulan. Dana dari orang tua itu untuk biaya operasional sekolah.
Adapun di SMA 1 Bandung, kata Sekretaris Komite Sekolah Muhammad Munif, uang pangkal ditetapkan Rp 4 juta, dan SPP sebesar Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per bulan. Jika itu harus dilenyapkan, sekolah dan siswa akan merana. "Ekstrakurikuler terancam dihapus, sekolah bingung bayar gaji pesuruh dan satpam, serta perawatan gedung sekolah juga susah," katanya.
Isu sekolah gratis itu muncul setelah pemerintah pusat memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS seperti yang sudah berjalan di SD dan SMP di seluruh negeri. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyudin Zarkasi, besaran dana BOS untuk SMA dan SMK dihitung Rp 1 juta per siswa untuk 1 tahun. "Dananya sudah ada di kami. Juli 2013 nanti akan dikucurkan Rp 500 ribu per siswa," katanya.
Menurut Wahyudin, dana sebesar itu diasumsikan pemerintah sudah bisa menggratiskan SPP bulanan di sebagian besar SMA dan SMK di Jawa Barat selama setahun. Penyaluran dananya akan dikirimkan provinsi ke rekening sekolah masing-masing.
Apalagi provinsi akan memberi dana pendamping sebagai tambahan sebesar Rp 250 ribu sampai 300 ribu per tahun. "Bisa jadi gratis, khususnya sekolah-sekolah swasta yang banyak di daerah. Mereka selama ini SPP-nya murah, sekitar Rp 65 ribu per siswa," katanya.
Namun begitu, kata Wahyudin, untuk SMA dan SMK di sembilan kota di Jawa Barat mungkin tidak cukup karena standar pelayanan pendidikannya lebih tinggi. Sejauh ini belum ada aturan petunjuk dan pelaksana teknis dari pemerintah yang melarang atau membolehkan sekolah tetap menarik pungutan dari orang tua. "BOS untuk SMA dan SMK itu untuk mengganti uang SPP," kata Wahyudin.
Sementara itu, aktivis dari Forum Aksi Guru Independen (FAGI) Kota Bandung Iwan Hermawan mengatakan, pemerintah harus mengubah aturan tentang pendidikan gratis. Sebab selama ini sasarannya hanya untuk pendidikan dasar, tidak mencakup SMA dan SMK sederajat.
Soal dana BOS yang akan dicairkan itu, kata Iwan, bisa menghapus uang SPP dan cukup dipakai sebagai dana operasional SMA dan SMK. "Asalkan dana insentif untuk guru dan kepala sekolah dari BOS dihapus," ujarnya. "Dana operasional sekolah itu cukup banyak tersedot untuk pembayaran insentif tersebut."
ANWAR SISWADI