TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) belum bersepakat mengenai sumber pendanaan sistem teknologi informasi untuk pengawasan bahan bakar minyak bersubsidi. Nilai investasi peralatan yang dikenal dengan sebutan sistem monitoring dan pengedalian (SMP) sekitar Rp 800 miliar. Menurut Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, sumber dana investasi ini masih dibahas dengan pemerintah.
"Belum tahu anggarannya, tapi dari 120 SPBU di Kalimantan sudah dipasangi sistem IT. Yang jelas SPBU punya Pertamina juga sudah dilengkapi sitem IT," kata Karen ketika ditemui di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa, 15 Januari 2013.
Karen enggan memaparkan berapa besar dana yang digelontorkan untuk sistem pengawasan di Kalimantan itu. Alasannya, saat ini Pertamina sedang menggelar tender untuk pengadaan sistem IT tersebut. Pertamina menargetkan sistem ini bisa diterapkan di seluruh Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi pada Juli 2013 mendatang.
Dia menambahkan, perbedaan kemampuan ekonomi masing-masing pengusaha SPBU menyebabkan sulit untuk membebankan biaya investasi ini kepada swasta. Menurut Menteri ESDM Jero Wacik, investasi sistem IT berasal dari kocek Pertamina. "Ya Pertamina yang investasi. Nanti dihitung berapa berkurangnya profit mereka," ucapnya.
Pertamina menghitung dana yang dibuthkan sebesar Rp 18 sampai Rp 20 per liter untuk mengawasi penyaluran BBM bersubsidi. Dengan kuota BBM bersubsidi 2013 sebesar 46,01 juta kiloliter maka dibutuhkan dana sekitar Rp 828,18 miliar sampai Rp 920 miliar untuk pengawasan penyaluran 2013.
Skema investasinya, Pertamina meminta anggaran ditambahkan melalui alpha atau margin dan biaya distribusi BBM bersubsidi. Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebelumnya menyatakan terlalu besar jika investasi pengawasan mencapai Rp 800 miliar per tahun.
BERNADETTE CHRISTINA