TEMPO.CO, Jakarta - Pengungsi banjir di Kampung Melayu, Jakarta Timur mengeluhkan pembagian sumbangan logistik yang tidak merata. Ena, 52 tahun, mengatakan, pengungsi lain mendapat pasokan logistik lebih.
"Yang lain disimpan sendiri makanannya," ujar dia, Sabtu 19 Januari 2013. Ena mencontohkan, ketika ada pembagian biskuit pada Jumat, 18 Januari 2013, pengungsi yang satu tenda dengan dia memperoleh biskuit, tapi tidak dibagi ke yang lain.
Alasannya, si tetangga mengambil sendiri ke posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana di ujung deretan tenda pengungsi.
Yuyum Alawiyah, 48 tahun, dan Hamidah, 52 tahun mengungkap persoalan yang sama. "Kami enggak tahu di posko depan ada logistik apa yang baru datang. Pas ke sana, sudah habis," kata Hamidah mengenang pembagian selimut kemarin.
"Harusnya sumbangan itu dipaketin terus dibagi satu-satu," usulan Ena. "Kami kan sirik juga mau ngemil," dia berujar lagi. Ena mengaku kerap terlalu kenyang dengan suguhan nasi yang datang cukup sering. "Lagian enggak ada MCK, kan repot kalau kami mau ke toilet," kata Yuyum.
Karena itu, Fatoni, suami Yuyum kini sering jalan-jalan ke posko BNPB untuk mencari informasi tambahan logistik. "Siapa cepat dia dapat," komentar bapak 56 tahun itu. Jika pengungsi tidak proaktif mengambil logistik ke posko utama, kecil kemungkinan mereka kebagian.
Lurah Kampung Melayu, Bambang Pangestu mengakui adanya pembagian logistik yang tidak merata ke semua tenda pengungsi. "Ya memang begitu (tidak rata). Jadi masyarakat ingin bantuan langsung ke tendanya."
Namun dia bilang, bantuan tidak bisa dipaketkan satu per satu karena keterbatasan tenaga. Dia menambahi, banyak pula bantuan dari perusahaan maupun ormas dalam bentuk bahan mentah. Sehingga, tidak bisa dibagikan langsung ke pengungsi. "Bagaimana mereka mengolahnya?" Jadi bantuan tersebut disalurkan ke dapur umum.
ATMI PERTIWI