Masalah besar pertama yang harus dihadapinya adalah dituntut mempertahankan supremasi juara di SEA Games Myanmar, akhir tahun ini. Roy Suryo juga dituntut menyelesaikan dualisme di tubuh Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang diberi batas sampai 30 Maret 2013 oleh FIFA, badan otoritas sepak bola dunia. Kalau gagal mengatasinya, Indonesia akan terkena sanksi, dan dicoret dari kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia. Ditambah lagi megaproyek Hambalang yang menyisakan masalah panjang di kementeriannya.
Namun, ia tak ciut nyali. Saat akhirnya menerima tugas sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat ini bertekad merealisasikan misinya. "Setiap bidang olahraga akan saya online-kan biar kemajuannya bisa dikawal," katanya ketika di wawancara Heru Triyono, Arie Firdaus, dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo, di Perumahan Bank Mandiri Bumi Slipi, Jakarta Barat, semalam sebelum pelantikan, Senin lalu.
Anda dipilih menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, padahal Anda tak banyak pengalaman di olah raga maupun kepemudaan. Modal Anda apa?
Anda betul. Saya tidak mengerti sama sekali tentang olahraga. Saya juga tidak mengerti apa alasan utama dipilih oleh Presiden. Bisa jadi, gara-gara kumis ini. Atau mungkin saya beruntung saja ketiban rejeki jadi menteri (tertawa). Tetapi, saya dapat cerita dari Pak Sudi Silalahi (Menteri Sekretaris Negara). Saat menelepon saya, telepon dia di-loudspeaker di depan Presiden. Kalau calon lain, langsung bilang terima kasih Pak, atau siap saya terima, atau malah cerita panjang tentang olahraga Indonesia. Kalau saya malah menolak. Karena memang saya tidak bisa olahraga. Saya tidak mau pakai topeng. Mungkin kejujuran itu yang menjadi pertimbangan Presiden.
Anda sudah menolak, tetapi kenapa tetap bersedia?
Saya dipanggil ke Istana dua kali. Saat fit and proper test saya ditanya tentang olahraga selama dua jam. Kemudian, hasil tes itu dibacakan Presiden di depan saya. Waktu itu ada Wakil Presiden Boediono, Dipo Alam, dan Sudi Silalahi. Sisi positif saya, menurut Presiden, adalah kepribadian dan suka mengambil risiko. Saat itu, saya katakan ke Presiden, kalau ada pilihan mundur, saya akan memilih itu. Tapi Presiden langsung bilang: tidak, tidak ada pilihan. Tapi beliau mengingatkan saya jangan mengutamakan kepentingan pribadi.
Oke, mungkin Anda memang tidak paham betul soal dunia olahraga. Tapi, Anda olahraga enggak sih?
Jujur, saya tidak bisa menjawab pertanyaan Presiden saat fit and proper test: olahraganya apa mas? Karena saya memang tidak berolahraga.
Apa olahraga Anda saat muda?
Tidak ada. Justru olahraga yang mengubah hidup saya. Saya dulu pernah mencoba ikut ekstrakurikuler basket saat sekolah menengah pertama. Tapi lama-lama, porsi men-drible dan duduk di pinggir lapangan, kebanyakan duduk. Bukan karena capai, tapi karena saya tidak bisa main. Itu mengubah saya untuk memilih ekstrakurikuler elektronik. Di SMP Negeri 5 Yogyakarta, bel masuk dan istirahatnya merupakan karya saya pada 1981.
Bagaimana dengan pengalaman memimpin organisasi pemuda?
Enggak juga. Paling korps mahasiswa. Sebab itu, saya diragukan karena tidak pernah berdarah-darah memimpin organisasi. Saya dituduh dapat enaknya saja, karena langsung jadi menteri. Tapi kalau memang tidak pernah, apa harus dipernah-pernahkan?