TEMPO.CO, Jakarta - Pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri masih jauh dari cukup. Kontrak pengadaan gas masih di bawah kebutuhan. Volume kontrak pun masih banyak yang tidak dapat dipenuhi.
"Ketersediaan pasokan gas menjadi faktor kunci dalam menggerakkan kegiatan operasi industri manufaktur," kata Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, dalam sambutan di 6th International Indonesia Gas Conference &Exhibition, Senayan, Rabu 23 Januari 2013.
Kebutuhan gas bumi untuk industri saat ini mencapai 2.129,57 mmscfd, terdiri dari kebutuhan untuk bahan baku sebesar 1.022,00 mmscfd dan untuk energi sebesar 1.107,57 mmscfd.
Pertumbuhan permintaan gas, kata Panggah, terus menunjukkan tren peningkatan. Pada 2012, pertumbuhan permintaan gas mencapai 6,5 persen. "Pada 2013, kira-kira mencapai 7,5 persen dan pada 2014 mencapai 8 persen," katanya.
Panggah mengatakan, industri makanan dan minuman yang paling banyak menggunakan gas. Kemudian menyusul industri keramik, gelas, ban, sarung tangan, pupuk, dan petrokimia.
Kementerian menilai pentingnya jaminan pasokan gas. Sumber gas yang tersebar di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan potensi gas non-konvensional seperti coal bed methane (CBM), shale gas, serta pengembangan teknologi gasifikasi batu bara, juga perlu ditingkatkan untuk kepentingan industri dalam negeri.
Panggah menilai perlunya penyediaan infrastruktur gas seperti floating storage regassification unit, small scale LNG, receiving terminal, serta peningkatan ketersediaan jaringan pipa gas bumi. "Percepatan pembangunan infrastruktur gas tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah. Diperlukan juga sebuah insentif dan dukungan pembiayaan dari pihak perbankan," katanya.
ANANDA TERESIA